Senin, Oktober 14, 2024
KuliahUlumul Qur'an

Ulum al-Qur`an dan sejarah perkembangannya (Makalah)

BAB I
P E N D A H U L U A N
A.   
Latar
Belakang
Al-Qur’an merupakan sumber
pertama dan utama dalam ajaran Islam, sebagai panduan hidup umat islam,
al-Qur’an memiliki prinsip-prinsip ajaran yang sempurna dan universal.
Konsekwensi logis dari pengakuan dan keyakinan tersebut, pesan-pesan yang
terkandung di dalamnya berlaku dan relevan sepanjang zaman.
Dalam upaya memahami al-Qur’an
baik secara tekstual atau kontekstualnya diperlukan pemahaman tentang
ulumul-Qur’an, apa hakikatnya, bagaimana memahaminya, apa fungsinya serta  kapan sejarah penulisan ulumul-Qur’an itu
mulai ada.
B.    
Tujuan
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk
memperoleh informasi dan pemahaman tentang ulumull-Qur’an dilihat dari segi
ontologi, epistemologi, aksiologi dan sejarahnya serta dapat dijadikan materi
dasar dalam diskusi perkuliahan ulumul-Qur’an.
C.   
Metode
Penulisan
Makalah ini ditulis dengan metode studi
literatur, yaitu dengan mengkaji berbagai buku sebagai sumber rujukan yang
dipandang relevan.
D.   
Pembatasan
Masalah
Sehubungan dengan tujuan di
atas, maka pembahasannya dibatasi dengan rumusan sebagai berikut :
1.      Apa
pengertian ulum, al-Quran dan ulumul Qur’an itu ?
2.      Apa yang
menjadi objek kajian al-Qur’an itu ?
3.      Bagaimanakah
struktur al-Quran itu ?
4.      Bagaimana
cara memahami al-Qur’an itu ?
5.      Apa kegunaan
al-Qur’an sebagai ilmu untuk kehidupan manusia ?
6.      Kapan
penulisan ulumul-Quran itu dilajukan dan bagaimana sejarahnya?
E.    
Sistematika
Penulisan
Makalah ini ditulis dan
disajikan meliputi : latar belakang, tujuan, metodologi penulisan dan
pembatasan masalah disajikan pada Bab I sebagai pendahuluan.
Bab II menguraikan bahasan
tentang pengertian ulumul-Qur’an, objek ulumul-Qur’an, struktur isi al-Qur’an,
nama-nama dan sifat al-Qur’an, cara memahami al-Qur’an, kegunaan ulumul-Qur’an
serta sejarah ulumul-Qur’an. Kesimpulan dan saran dituangkan pada Bab III.
 
BAB II
P E M B A H A S A N
A.   
Pengertian
Ulumul Qur’an
Kata ulum Qur’an tersusun dari
dua kata secara idhofi, yaitu terdiri
dari mudhof dan mudhof ilaih, kata ulum
diidhofahkan pada al-Qur’an. Dari dua
unsur kata tersebut maka didapat makna ulum dan al-Qur’an dan menjadi kalimat ulumul-Qur’an.
1.      Arti kata
ulum
Kata ulum secara etimologi adalah merupakan jamak dari ilmu, kata ilmu itu sendiri adalah mashdar yang mempunyai arti pengetahuan
atau pemahaman.
2.      Arti kata
al-Qur’an
Secara etimologi kata
al-Qur’an merupakan mashdar dari kata qaraa
yang maknanya sama dengan kata qiraah
yang berarti bacaan, kemudian diberi makna sebagai isim maful yaitu maqru
yang artinya ‘yang dibaca’. Pemaknaan
ini sebagaimana diisyaratkan dari QS. al-‘Alaq yang merupakan perintah kepada
umat manusia untuk membaca (iqra), penamaannya termasuk katagori ‘tasmiyah al-maful bil mashdar’ (penamaan
isim maful dengan mashdar). Penamaan ini merujuk pada QS al-Qiyamah (75) ayat
17-18 :
Artinya  : 17.
Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu
pandai) membacanya. 18. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah
bacaannya itu.
 Dari segi terminologinya al-Qur’an di
definisikan para pakar ushul fiqih, fiqih dan bahasa Arab adalah sebagai :
Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang
lapazh-lafazhnya mengandung mukjijat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang
diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari surat
al-Fatihah (1) sampai akhir surat an-Nas (114)’
                                                                                            (Rosihon Anwar, 2007 : 34)
Definisi al-Quran yang dikemukakan para ulama
yang maknanya mampu membedakan dengan definisi yang lain adalah :
القرآن هو
كلام الله المنزل على محمد عليه السلام المتعبد بتلاوته
Artinya : Quran adalah kalam atau firman
Allah yang diturunkan kepada Muhamad saw. Yang pembacanya merupakan suatu
ibadah
`.
Untuk mendapatkan penjelasan Arti Quran secara
istilah (etimologi), maka dikemukakan pengertian-pengertian sebagai berikut :
1.      Definisi `kalam` (ucapan) merupakan kelompok jenis
yang meliputi segala kalam. Dan dengan menghubungkannya dengan Allah ( kalamullah ) berarti tidak semua masuk
dalam kalam manusia, jin dan malaikat.
2.      Batasan
dengan kata-kata (almunazzal) `yang
diturunkan` maka tidak termasuk kalam Allah yang sudah khusus menjadi
milik-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah :
`Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta
untuk kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis
kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu `
.(al-Kahfi:
109).
3.      Batasan
dengan definisi hanya `kepada Muhammad saw`
tidak termasuk yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya seperti taurat,
injil dan yang lain.
4.      Sedangkan
batasan (al-muta’abbad bi tilawatihi) `yang pembacanya merupakan suatu
ibadah` mengecualikan hadis ahad dan hadis-hadis qudsi .
Definisi yang dikemukakan
Hatta Syamsuddin (2008 : 15), adalah :
هو كلام الله  المعجز 
المُنَزل على سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم، المكتوب بالمصاحف، المنقول
بالتواتر،
 المُُتعَّبد بتلاوته .
Artinya : Kalam
Allah yang bersifat mukjizat, yang diturunkan kepada Muhammad SAW, tertulis di
mushaf , diriwayatkan secara mutawattir, dan membacanya adalah ibadah.
Al-Qur’an sebagai Kalamullah
meliputi pengertian kalam Nafsi dan
kalam Lafzhi. Kalam Nafsi adalah
kalam dalam pengertian abstrak, ada pada Zat (Diri) Allah, bersifat qadim dan azali tidak berubah oleh adanya perubahan ruang, waktu dan tempat,
dengan demikian Kalamullah bukanlah makhluk. Sedangkan kalam Lafzhi dalam
pengertian yang sebenarnya (hakikat), dapat ditilis, dibaca dan disuarakan oleh
makhluqNya, yakni berupa al-Qur’an yang biasa dibaca sehari-hari oleh kaum
muslimin, dengan demikian kalam Lafzhi bersifat hadits (baru) dan termasuk makhluk.
Al-Qur’an merupakan formulasi
kalam Nafsi Allah ke dalam kalam Lafzhi dan menempatkannya di Lauh Mahfuzh,
sebagaimana firman Allah yang tertuang dalam QS al-Buruj (85) ayat 21-22
   
     Artinya : 21. Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia, 22.
yang
                  (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh.
Setelah itu Allah mewahyukan
kepada Malaikat Jibril untuk diturunkan ke Langit Dunia (Baitul Izzah) dengan
penurunan yang sekaligus, setelah itu Jibril menurunkannya kepada Nabi Muhammad
SAW. secara berangsur-angsur.
      Al-Qur’an diturunkan sebagai mukjizat dengan karena kejadiannya
luar biasa, redaksinya indah dan akurat, banyak memberitakan hal ghaib dan
memiliki isyarat keilmuan (ilmiah).
3.      Arti Ulumul
Qur’an
Kata u`lum jamak dari
kata i`lmu. i`lmu berarti al-fahmu wal idraak (faham dan
menguasai). Kemudian arti kata ini berubah menjadi permasalahan yang beraneka
ragam yang disusun secara ilmiah.
Ulumul Qur’an secara etimologi
adalah ilmu-ilmu tentang al-Qur’an, ilmu dengan pengertian
pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-Quran, adapun definisi al-Qur’an
secara terminologi menurut Abu Syahbah, adalah :
Sebuah ilmu yang memiliki banyak objek pembahasan yang berhubungan
dengan al-Qur’an, mulai proses penurunan, urutan penulisan, penulisan, kodifikasi,
cara membaca, penafsiran, kemukjizatan, nasikh-mansukh, muhkam-mutayabih,
sampai pembahasan-pembahasan lain’
.
                                                                                                  (Rosihon Anwar, 2007 : 13)
Jadi, yang dimaksud dengan u`lumul-Qu`ran
ialah ilmu yang membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan Al-Quran dari
segi asbaabu nuzuul.”sebab-sebab turunnya al-Qur`an”, pengumpulan dan
penertiban Qur`an, pengetahuan tentang surah-surah Mekah dan Madinah, An-Nasikh
wal mansukh, Al-Muhkam wal Mutasyaabih dan lain sebagainya yang berhubungan
dengan Qur`an.
Terkadang ilmu ini dinamakan juga ushuulu
tafsir
(dasar-dasar tafsir) karena yang dibahas berkaitan dengan beberapa
masalah yang harus diketahui oleh seorang Mufassir sebagai sandaran dalam
menafsirkan Qur`an .
B.    
Objek
Ulumul-Qur’an
Objek ulumul-Qur’an adalah al-Qur’an itu
sendiri  dari seluruh segi-segi
kitab   tersebut yang meliputi persoalan
turunnya, sanad, qiraat penafsirannya dan lain-lain. Sehubungan dengan hal
tersebut Hatta Syamsudin (2008 : 6) mengamukakan bahwa :
Objek
Pembahasan Ulumul Qur’an dibagi menjadi tiga bagian besar :
1.      Sejarah & Perkembangan Ulumul Qur’an
meliputi : sejarah rintisan ulumul quran di masa
Rasulullah SAW, Sahabat, Tabi’in, dan perkembangan selanjutnya lengkap dengan
nama-nama ulama dan karangannya di bidang ulumul quran di setiap zaman dan
tempat.
2.      Pengetahuan tentang Al-Quran
Meliputi : Makna Quran, Karakteristik Al-Quran,
Nama-nama al-Quran, Wahyu, Turunnya Al-Quran, Ayat Mekkah dan Madinah, Asbabun
Nuzul, dst.
3.      Metodologi Penafsiran Al-Quran
Meliputi : Pengertian Tafsir & Takwil,
Syarat-syarat Mufassir dan Adab-adabnya, Sejarah & Perkembangan ilmu
tafsir, Kaidah-kaidah dalam penafsiran Al-Quran, Muhkam & Mutasyabih, Aam
& Khoos, Nasikh wa Mansukh, dst
.
C.   
Struktur
al-Qur’an
Struktur naskah al-Quran
terdiri atas 114 Surah (bab), 30 juz dan 6236 ayat menurut riwayat Hafsh, 6262
ayat menurut riwayat ad-Dur, 6214 menurut riwayat Warsy. Surah-surah dalam
al-Qur’an terbagi atas surah-surah makiyah dan surah-surah madaniyah tergantung
pada tempat dan waktu turun surah tersebut (di Mekah atau di Madinah, sebelum
atau sesudah hijrah).
           
1.      Pembagian
ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan tempat turunnya
Dilihat dari segi masa
turunnya, al-Qur’an terbagi menjadi dua fase, yaitu makiyah dan  madaniyah. Makiyah adalah ayat-ayat al-Qur’an
yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad SAW. hijrah ke Madinah, sedangkan
madaniyah adalah yang diturunkannya sesudah Nabi Muhammad SAW. hijrah ke
Madinah. Adapun yang membedakannya antara ayat-ayat makiyah dengan ayat-ayat
madaniyah ialah :
a.       Ayat-ayat
makiyah pada umumnya pada umumnya pendek-pendek, sedangkan ayat-ayat madaniah
panjang-panjang; surah Makiyah terdiri dari 19/30 dari isi al-Qur’an secara
keseluruhan, 86 surah, 4780 ayat. Sedangkan surah Madaniyah terdiri dari 11/30
dari isi al-Qur’an secara keseluruhan, 28 surah dan jumlah ayatnya 1456. Juz
ke-28 adalah ayatayat Madaniyah kecuali surah Mumtahanah berjumlah 137 ayat;
dan juz ke-29 ayat-ayatnya Makiyah kecuali surah ad-Dahr berjumlah 431 ayat.
Surah al-Anfal dan surah asy-syu’ara masing-masing merupakan setengah juz,
terdiri dari 227 ayat Makiyah dan 75 ayat Madaniyah.
b.      Dalam surah
Makiyah terdapat perkataan ‘ yaa ayyuahannaas’ dan sedikit sekali menggunakan
perkataan ‘ yaa ayyuhalladzina aamanu’, tetapi dalam surah Madaniyah terdapat
sebaliknya.
c.       Ayat-ayat
Makiyah secara umum mengandung hal-hal yang berhubungan dengan keimanan,
ancaman dan pahala, kisah-kisah umat terdahulu yang mengandung pengajaran dan
budi pekerti, sedangkan dalam ayat-ayat Madaniyah terdiri dari kandungan ayat
yang berhubungan dengan masalah hukum.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai
perbedaan surah/ayat Makiyah dan Madaniyah, maka divisualisasikan melalui tabel
berikut ini :
TABEL
PERBEDAAN SURAH, AYAT MAKIYAH
DAN MADANIYAH
Aspek/Segi
Makiyah
Madaniyah
Panjang-pendeknya ayat
Ayatnya pendek-pendek
Ayatnya panjang-panjang
Jumlah Juz
19/30
11/30
Jumlah surah
86
28
Jumlah ayat
4780
1456
Sasaran pembicaraan
Kata-kata ‘yaa ayyuhannaas’ jumlahnya lebih banyak
dibandingkan dengan kata ‘yaa
ayyuhalladziina aamanu’
Kata-kata ‘yaa ayyuhalladziina
aamanu’
jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan kata ‘yaa ayyuhannaas’
Kandungan ayat
hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ancaman dan pahala, kisah-kisah
umat terdahulu yang mengandung pengajaran dan budi pekerti
yang berhubungan dengan masalah hukum.
PERBEDAAN SURAH’AYAT MAKIYAH
DAN MADANIYAH
(LANJUTAN)
Aspek/Segi
Makiyah
Madaniyah
Waktu turunnya
Sebelum hijrah
Sesudah hijrah
Tempat turunnya
Mekah dan sekitarnya (Mina, Arafah, Hudaibiyah)
Madinah dan sekitarnya (Uhud, Kuba, Sil)
2.      Pembagian
Al-Qur’an dilihat dari segi panjang-pendeknya surah
Surah-surah yang terdapat
dalam al-Qur’an apabila dilihat dari segi panjang-pendeknya dikelompokkan
menjadi :
a.     
Assab’uththiwaal, maksudnya adalah tujuh surah yang panjang, yaitu al-Baqarah, ali’Imran, an-Nisaa, al-A’raf,
al-An’am, al-Maidah dan surah Yunus.
b.     
Al-Miuun, yaitu surah yang berisi kira-kira 100 ayat lebih, seperti Hud, Yusuf, Mu’min, dll.
c.      
Al-Mufashshal, termasuk katagori ini adalah kelompok surat-surat pendek,
seperti adh-Dhuha, al-Ikhlas, al-Falaq,
an-Naas, dll.
3.      Pembagian
al-Qur’an brdasarkan mushaf Utsmani
Untuk memperoleh gambaran yang
jelas tentang pembagian al-Quran berdasarkan mushaf Utsmani, dapat di lihat
pada lampiran 1 hal 26
4.      Pembagian
Al-Qur’an berdasarkan Juz, surah dan hizb
Dalam upaya mempermudah
menghapal dan mengamalkan al-Quran, para sahabat berinisiatif mengadakan
pembagian al-Qur’an menjadi ½, 1/3, 1/5, 1/7, 1/9 dan seterusnya, pembagian
semacam ini tida ditulis dalam al-Qur’an. Namun pada masa Al-Hajjaj bin Yusuf
ats-Tsaqafi dituliskan yang letaknya di sebelah pinggil al-Qur’an.
      Salah satu pembagian al-Qur’an ini dibagi menjadi 30 juz, 114
surah dan 60 hijb, tiap-tiap satu surah ditulis namanya dan ayat-ayatnya,
kemudian tiap-tiap hizb ditulis di bagian pinggir yang menerangkan hizb
pertama, hizb kedua dan seterusnya. Tiap-tiap hizb ditulis ¼, ½ dan ¾.
Pembagian seperti ini dipakai oleh ahli-ahli qiraat Mesir, karena atas dasar
itulah percetakan Amiriyah milik
pemerintahan Mesir mencetak al-Qur’an sejak 1337 H hingga sekarang di bawah
pengawasan guru-guru besar dan ulama-ulama dari Al-Azhar dan Arab Saudi.
      Al-Qur’an terdiri atas 114 surah dihimpun menjadi 30 juz yang
terdiri dari 554 ruku’, surah yang panjang terdiri dari beberapa ruku’,
sedangkan surah yang pendek hanya satu ruku’. Tiap satu ruku’ diberi tanda
dengan huruf ‘ain’.
      Al-Qur’an yang beredar di Indonesia strukturnya mengikuti
pembagian di atas, seperti percetakan Cirebon, Bandung dan Tokyo.
      Pada bagian tengah al-Qur’an (Nishf al-Qur’an) terletak pada
surah al-Kahfi ayat 19, persis pada lafazh ‘walyataththaf’,
sebagaimana terlihat pada teks al-Qur’an berikut ini :
D.   
Nama dan
sifat al-Quran
1.     
Nama-nama al-Qur’an
Allah menamakan Quran dengan beberapa nama, diantaranya:
a.     
Qur`an
إِنَّ هَذَا
الْقُرْآَنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ
`Al Qur`an ini memberikan
petunjuk kepada yang lebih lurus
`.( al-Israa:9)
b.     
Kitab
لَقَدْ
أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ
`Sesungguhnya telah Kami
turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan
bagimu`.
(al-Anbiyaa: 10)
c.      
Furqan
تَبَارَكَ
الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا
Maha suci Allah yang telah
menurunkan Al Furqaan kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan
kepada seluruh alam
`,(al-Furqan: 1)
d.     
Zikr
إِنَّا
نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
`Sesungguhnya Kami-lah yang
menurunkan Al Qur`an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya`.
( al-Hijr
:9)
e.      
Tanzil
وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ
رَبِّ الْعَالَمِينَ
Dan sesungguhnya
Al Qur`an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam`
,(as-Syuaraa:192
).
Penyebutan Al-Quran dan al-kitab lebih populer dari nama-nama yang lain.Ia
dinamakan Quran karena ia `dibaca`
dengan lisan, dan dinamakan al-kitab karena ia `ditulis` dengan pena. Kedua kata ini menunjukkan makna yang sesuai
dengan kenyataannya`. Penamaan Quran dengan kedua nama ini memberikan isyarat
bahwa selayaknyalah ia dipelihara dalam bentuk hafalan dan tulisan.
2.      Sifat-sifat Al-Quran :
Allah telah melukiskan Quran dengan beberapa
sifat, diantaranya ;
a.     
Nur (cahaya ) :
وَأَنْزَلْنَا
إِلَيْكُمْ نُورًا مُبِينًا
`Hai manusia, sesungguhnya telah datang
kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya
yang terang benderang
`.(an-nisaa : 174 )
b.     
Huda ( petunjuk ), Syifa` ( obat ), Rahmah ( rahmat ),dan Mauizah ( nasehat
) :
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ
وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
`Hai manusia, sesungguhnya telah datang
kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada
dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman
`.( Yunus : 57 ).
c.      
Mubin ( yang menerangkan ) :
قَدْ
جَاءَكُمْ مِنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُبِينٌ
`Sesungguhnya telah datang
kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan
`.
( al-Maidah :15 ).
Dan sifat-sifat yang lain sebagaimana disebutkan
dalam banyak ayatnya, seperti : Mubarak ( yang diberkati ), Busyra ( kabar
gembira ),`Aziz ( yang mulia ), Majid ( yang dihormati ), Basyr ( pembawa kabar
gembira ).
(Hatta Syamsuddin, 2008 :16-17)
E.    
Cara
memahami al-Qur’an
Al-Qur’an bukanlah buku panduan praktis,
melainkan sekumpulan aturan prinsipil dan pundamental yang menuntut untuk
dipahami, agar universalitasnya terbukti, karenanya diperlukan seperangkat
metodologi pemahaman, untuk memahaminya itu dalam konteks al-Qur’an dikenal
dengan tafsir. Upaya memahami
al-Qur’an telah terjadi sejak Rasulullah SAW. masih hidup, karena beliau adalah
mubayyin al-Qur’an (al-mufassir
al-awwal),
seperti dijelaskan dalam (QS. Ibrahim: 4).
Artinya : Kami tidak mengutus seorang
rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan
dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki,
dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia-lah Tuhan Yang
Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana
.
Sepeninggal Rasulullah, para sahabat dan tabii’n
juga menafsirkan al-Qur’an, bahkan berlangsung sampai sekarang yang dilakukan
oleh mufassiriin yang memiliki kapasitas di bidangnya dan memenuhi syarat
sebagai seorang mufassir.
Dengan semakin berkembangnya isu global dan isu
kemanusiaan, agaknya metode-metode  tafsir kontemporer misalnya
sosilologi, antropologi dan pendekatan historis layak untuk dikembangkan, guna
membuktikan bahwa al-Qur’an selalu dapat berdialog dengan situasi dan kondisi
apapun serta dimanapun (shalihun likulli
zaman wa al-makan).
Banyak ayat al-Qur’an mengharuskan umat manusia
untuk meneliti, mengkaji dan mempelajari secara seksama tentang fenomena alam,
karena fenomena alam merupakan manifestasi dari keagungan dan ke Maha Kuasaan
Allah yang disebut ‘ayat-ayat kauniyah’,
ayat-ayat tersebut perlu dieksplorasi dan diobservasi secara mendalam.
Hasil eksplorasi dan observasi  terhadap alam semesta ini, T.H. Thalhas
(2008:3) mengungkapkan bahwa :
Pada hakikatnya isi dan makna
al-Qur’an adalah paling lengkap dan sempurna. Tidak ada satupun yang dialpakan
dalam al-Qur’an. Berpijak pada posisi tersebut, maka dapat dipastikan bahwa isi
dan makna al-Qur’an sangat mendalam, menyeluruh meluas mencakup berbagai hal
dan masalah baik yang gaib maupun yang nyata. Al-Quran membicarakan begitu
banyak subjek dan objek yang berbeda-beda tentang situasi dan informasi yang
amat komplit. Informasi secara sistematik yang holistik dari semua temanya….’
Untuk mendapatkan gambaran
lebih lanjut tentang kandungan makna al-Qur’an dalam kaitannya dengan  bidang-bidang ilmu pengetahuan dapat dilihat
pada lampiran tabel (pesan dan petunjuk ayat-ayat al-Qur’an dalam bidang ilmu,
(T.H. Thalhas, 2008 : 351)
(lihat lampiran 2 halaman 34)
F. Faedah dan urgensi mempelajari ulumul-Qur’an
       Mempelajari ulumul-Qur’an penting
artinya dalam upaya memahami al-Qur’an secara benar, dan dimaksudkan agar :
1.       dapat
memahami Kalamullah sejalan dengan keterangan yang dikutip oleh para sahabat
dan          para tabi’in tentang
interpretasi mereka terhadap al-Qur’an
2.      mengetahui
cara dan gaya yang digunakan oleh para mufassir dalam menafsirkan al-Qur’an
dengan disertai penjelasan tentang tokoh-tokoh ahli tafsir yang ternama serta
kelebihan-kelebihannya
3.      mengetahui
persyaratan-persyaratan dalam menafsirkan al-Qur’an
4.      mengetahui
ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan dalam menafsirkan al-Qur’an.
Selanjutnya dalam hubungan
ulumul-Qur’an dengan tafsir dapat dipahami melalui fungsinya sebagai berikut :
a. Fungsi ulumul-Qur’an sebagai alat untuk
menafsirkan,
yaitu :
1). Ulumul-Qur’an akan
menentukan bagi seorang mufassir dalam membuat syarah atau menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an secara tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Maka bagi
para mufassir ulumul-qur’an secara mutlak merupakan alat yang harus lebih
dahulu dipahami dan dikuasai sebelum menafsirkan ayat-ayat al-Quran tersebut.
2). Penguasaan ulumul-Qur’an
adalah alat untuk menyingkap dan mengungkap kandungan isi al-Qur’an.
3). Ulumul-Qur’an sebagai
kunci pembuka dalam menafsirkan ayat al-Qur’an sesuai dengan maksud yang
terkandung di dalamnya dan menempati kedudukan sebagai ilmu pokok dalam
menafsirkan al-Qur’an.
b. Fungsi ulumul-Qur’an sebagai standar atau
ukuran tafsir
Apabila dilihat dari segi
ilmu, ulumul-Qur’an sebagai ukuran atau standar tafsir al-Qur’an, artinya
tingkat pemahaman mufassir terhadap ulumul-Qur’an menentukan kualitas
penafsiran al-Qur’an dan semakin mendekati kebenaran.
Dengan demikian dapat dipahami
bahwa ulumul-Qur’an sangat penting artinya dalam upaya sebagai dasar pijakan
dalam menafsirkan al-Qur’an, semakain tinggi tingkat penguasaan ulumul-Qur’an
oleh mufassir, maka  kualitas
penafsirannya semakin tinggi pula.      
G. Kegunaan al-Qur’an sebagai ilmu bagi kehidupan manusia
Alqur’an diturunkan oleh Allah
SWT.  adalah untuk kepentingan 
manusia, membimbing manusia ke jalan yang lurus,  yang benar dan jalan
yang diberkahi bukan jalan orang yang dimurkai. Al-Qur’an sebagai pedoman hidup
bagi manusia agar manusia dapat menjalani hidup ini dengan aturan-aturan yang
diberikan Allah bukan aturan–aturan yang dibuat berdasarkan hawa nafsu manusia.
Allah berfirman dalam QS.Ibrahim ayat 1 :
Artinya : Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab
yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita
kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan
Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.
 Selanjutnya dalam QS. Al Baqarah
ayat 185 :
Artinya : (Beberapa hari yang ditentukan itu
ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan). Al-Quran
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di
antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
supaya kamu bersyukur.
Dari ayat al-Quran di atas dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi al-Qur’an
bagi kehidupan manusia adalah sebagai berikut ;
1.      
Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia :  maksudnya menjadi bimbingan dan
pimpinan pada  umat manusia degan jalan memberi kecerdasan dan ilmu
pengetahuan, mencari kebenaran. Dan dengan ilmu pengetahuan itu kita dapat
mencari kebenaran.
2.     
Al-Qur’an sebagai sumber  informasi yang jelas :  maksudnya memberikan
informasi–informasi, keterangan–keterangan, dalil-dalil, penjelasan secara
terperenci tentang makna bimbingan itu. Diantaranya batas–batas yang ditentukan
oleh Allah, kewajiban yang diperintahkan oleh Allah, kisah-kisah yang terjadi
pada masa lampau supaya kita dapat mengambil informasi yang kebenarannya mutlak
atau tidak diragukan lagi.
3.     
Al-Qur’an sebagai pembeda (fuqaan) : maksud
pembeda antara yang hak dengan bathil ; maksudnya sebagai pembeda yang benar
dengan yang salah.
        H.  Sejarah penulisan al-Qur’an
Para sejarawan membagi periode tentang penulisan al-Quran menjadi tiga
bagian:
a. Periode Rasulullah saw.
Al-Quran, sebagaimana sudah diketahui bahwa Allah telah memberikan
kekuasaan yang khusus terhadapnya. Sebagaimana ditegaskan Allah swt dalam
firmannya:
Artinya :
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya “ (al-Hijr : 9
)
Namun para ulama berbeda pendapat mengenai masalah pengumpulan al-Quran: (al-Jam’u). pengumpulan dengan
menggunkan maksud menjaga al-Quran dengan hafalan (Hifdzan), dan dengan maksud menjaganya dengan tulisan (Kitabatan).
1).  Pengumpulan Al-Quran
dengan  Hafalan (Hifdzan).
Adalah Rasulullah, yang dijuluki Jumma’ul
Qur’an
dengan makna Huffadzuhu (penghafal
al-Quran), hal ini sebagaimana ditegaskan oleh al-Quran, tatkala beliau selalu
menggerakkan bibirnya, pada saat turunnya wahyu hingga allah menurunkan Wahyu,
agar belia u tidak khawatir akan hal tersebut, Allah berfirman:
Artinya : Janganlah engkau Muhammad-karena
hendak menghafal al-Quran yang diturunkan kepadamu dengan cepat-menggerakkan
lidahmu (sebelum selesai dibacakan kepadamu), sesungguhnya kamilah yang
berkuasa mengumpulkan al-Quran itu (di dadamu) dan menetapkan bacaannya (pada
lidahmu)”.          
(QS :
Al-Qiyamah : 16-17)
Hal itu menjadikan para pembesar sahabat lebih mudah menghafal al-Quran,
dalam sejarah tercatat beberapa sahabat yang hafal al-Quran pada masa
Rasulullah. antara lain : Abdullah Ibnu Mas’ud, Salim Ibnu Ma’qil Maula Abi
Hudzaifah, Muadz Ibnu Jabal, Ubay Ibn Ka’ab, Zaid Ibn Tsabit, Abu Zaid Ibn
Sakan, Abu al-Darda’.
2). Pengumpulan Al-Quran dengan penulisan (Kitabatan).
Pada masa Rasulullah sudah ada usaha-usaha menjaga keontetikan al-Quran
sudah beliau lakukan dengan cara pencatatan. Hal ini terbukti beliau mengangkat
beberapa sahabat untuk menjadi juru tulis wahyu “al-Kuttab” di antara al-Kuttab selain Khulafaul al-Rasyidin adalah
: Mu’awiyah, Zaid Ibnu Tsabit, Ubay Ibnu Ka’ab, Abdullah
Penulisannyapun relatif sangat sederhana, media yang digunakannya antara
lain , batu, ulang, kulit binatang, pelepah kurma dan lain sebagainya.
b. Periode Khalifah Abubakar Al-Shiddiq ra.
Pada tahun 12 H, tepatnya pada kepemimpinan Khalifah Abubakar terjadilah
pemberontakan dari pembangkang pembayar zakat dan pemurtadan dibawah pimpinan
Musailamah al-Kadzzab, beliau mengutus Khalid Ibnul Walid untuk mengatasi
mereka ke Yamamah, dari peristiwa tersebut tak sedikit korban dari kaum muslim.
Bahkan tercatat 70 Huffadz (penghafal Al-Quran)  sebagai syuhada. Hal ini
mendorong Umar Ibn al-Khatthab untuk menyarankan kepada Amirul Mukminin, untuk
segera mengumpulkan al-Quran dalam 1 Mushhaf. Setelah melewati berbagai
pertimbangan beliaupun setuju dan memanggil Zaid Ibn Tsabit untuk melaksanakan
hal ini.
Walaupun Zaid Ibn Tsabit sudah hafal al-Quran secara keseluruhan, beliau
sangat hati-hati dalam melaksanakan tugas ini, setidaknya beliau berpegang
teguh pada dua prinsip, yaitu ayat–ayat al-Quran yang di tulis dihadapan
Rasulullah, dan disimpan di rumahnya, dan ayat- ayat yang dihafal oleh para
Sahabat.
Kemudian mushaf tersebut disimpan oleh Abubakar, dan berpindah ke tangan
Umar Ibn Al-Khatthab, kemudian kepada Hafshah Binti Umar (Ummul Mukminin).
           c. Periode Khalifah Utsman Ra.
Hudzaifah al-Yaman menyarankan kepada Amirul Mukminin untuk menyatukan
perbedaan bacaan di antara kaum muslimin, hal ini dimaksudkan agar tidak
meyebabkan perbedaan di antara kaum muslimin. Pada saat itu sudah mulai muncul
fitnah dikarenakan  perbedaan dalam
bacaan al-Qur’an, hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Abi Qulabah : ‘bahwa telah terjadi percekcokan dan
pertentangn antara kaum muda bahkan antara para pengajar al-Quran sendiri’
.
Kejadian ini terjadi tepat pada peperangan Armenia dan Azerbaijan di Iraq.
Sayyidina Utsman pun menyetujui saran tersebut, dan mengutus seorang utusan
untuk meminta mushaf al-Quran yang berada pada Sayyidatina Hafshah, dengan
maksud sebagai rujukan penyalinan mushaf. Kemudian beliau membentuk sebuah
badan dalam penyalinan ini yang beranggotakan empat orang Zaid Ibnu Tsabit al-Anshari, Abdullah Ibn Zubair al-Asadi, Said Ibnu
al-‘Ash al-Umawi, Abdurrahman Ibn al-Harist
Ibnu Hisyam al-Makhzumi, selain Zaid
Ibn Tsabit
semuanya adalahbangsa Quraisy. Alasan utama pemilihan ketiganya
(Abdullah Ibn Zubair, Said Ibnu al-‘Ash,  Abdurrahman Ibn al-Harist) dari
golongan Quraisy, adalah menjaga kefasihan dialek Quraisy dalam penylinan
Mushaf tersebut.
Setelah tim tersebut selesai menyalin, maka mereka mengembalikan mushaf
tersebut kepada Hafshah, dan menyerahkan salinan–salinan tersebut untuk disebar
luaskan ke beberapa negara, antara lain Kufah,
Bashrah, Syam
dan yang dipegangnya sendiri untuk di sampaikan ke Madinah). Kemudian beliau memerintahkan
semua mushaf selain yang disebarkan untuk dibakar, karena memang pada saat itu
ada beberapa mushaf yang terkenal selain mushaf yang ada pada Sayyidatina
Hafshah yaitu mushaf Ibnu Kaa’b dan Ibnu
Mas’ud.
 Langkah yang dilakukan oleh Utsman
ini sudah disepakati dan diterima oleh para sahabat, sebagaimana ditegaskan
oleh Sayyidina Ali r.a. dalam menanggapi sikap Ustman r.a. beliau berkata : ‘janganlah kalian katakan apa yang dilakukan
oleh Ustman kecuali benar (khoiran)’.
I. Sejarah dan perkembangan ulumul-Qur’an
Sejarah perkembangan ulumul-Quran dimulai
menjadi beberapa fase, dimana tiap-tiap fase menjadi dasar bagi perkembangan
menuju fase selanjutnya, hingga ulumul-Qquran menjadi sebuah ilmu khusus yang
dipelajari dan dibahas secara khusus pula. Berikut beberapa fase / tahapan
perkembangan ulumul-Quran.
1. Ulumul-Qur’an pada masa Rasulullah SAW.
Embrio awal ulumul quran pada masa ini berupa
penafsiran ayat Al-Quran langsung dari Rasulullah SAW kepada para sahabat,
begitu pula dengan antusiasime para sahabat dalam bertanya tentang makna suatu
ayat, menghafalkan dan mempelajari hukum-hukumnya.
a. 
Rasulullah SAW menafsirkan kepada sahabat beberapa ayat.
Dari Uqbah bin Amir ia berkata : ” aku
pernah mendengar Rasulullah SAW berkata diatas mimbar, “dan siapkan untuk
menghadapi mereka kekuatan yang kamu sanggupi (Anfal :60 ), ingatlah bahwa
kekuatan disini adalah memanah”
(HR Muslim)
b. 
Antusiasme sahabat dalam menghafal dan mempelajari Al-Quran.
Diriwayatkan dari Abu Abdurrrahman as-sulami, ia
mengatakan : ” mereka yang membacakan qur’an kepada kami, seperti
Ustman bin Affan dan Abdullah bin Mas’ud serta yang lain menceritakan, bahwa
mereka bila belajar dari Nabi sepuluh ayat mereka tidak melanjutkannya, sebelum
mengamalkan ilmu dan amal yang ada didalamnya, mereka berkata ‘kami mempelajari
qur’an berikut ilmu dan amalnya sekaligus.'”
c. 
Larangan Rasulullah SAW untuk menulis selain qur’an, sebagai upaya
menjaga
     
kemurnian AlQuran.
Dari Abu Saad al- Khudri, bahwa Rasulullah SAW
berkata: Janganlah kamu tulis dari aku; barang siapa menuliskan aku selain
qur’an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa yang dariku, dan itu tiada
halangan baginya, dan barang siapa sengaja berdusta atas namaku, ia akan
menempati tempatnya di api neraka.”
(HR Muslim)
2. Ulumul-Qur’an pada masa khalifah
Pada masa khalifah, tahapan perkembangan awal
(embrio) ulumul-Quran mulai berkembang pesat, di antaranya dengan
kebijakan-kebijakan para khalifah sebagaimana berikut :
a. Khalifah Abu
Bakar
  :dengan
Kebijakan Pengumpulan/Penulisan Al-Quran yg pertama 
 yang
diprakarsai oleh Umar bin Khottob dan dipegang oleh Zaid bin Tsabit
b. Kekhalifahan
Usman Ra
: dengan kebijakan menyatukan kaum muslimin
pada satu mushaf, dan hal itupun terlaksana. Mushaf itu disebut mushaf Imam.
Salinan-salinan mushaf ini juga dikirimkan ke beberapa propinsi. Penulisan
mushaf tersebut dinamakan ar-Rosmul ‘Usmani yaitu dinisbahkan kepada Usman, dan
ini dianggap sebagai permulaan dari ilmu Rasmil Qur’an.
c. kekalifahan Ali
Ra :
dengan kebijakan perintahnya kepada 
Abu ‘aswad Ad-Du’ali meletakkan kaidah-kaidah nahwu, cara pengucapan
yang tepat dan baku dan memberikan ketentuan harakat pada qur’an. Ini juga
disebut sebagai permulaan Ilmu I’rabil Qur’an.
3. Ulumul-Qur’an pada masa sahabat dan tabi’in
a. Peranan Sahabat
dalam Penafsiran Al-Quran dan Tokoh-tokohnya.         
Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka
dalam menyampaikan makna-makna al-qur’an dan penafsiran ayat-ayat yang berbeda
diantara mereka, sesuai dengan kemampuan mereka yang berbeda-beda dalam
memahami dan karena adanya perbedaan lama dan tidaknya mereka hidup bersama
Rasulullah SAW , hal demikian diteruskan oleh murid-murid mereka , yaitu para
tabi’in.
            Diantara para Mufasir yang termashur dari para sahabat
adalah:
Empat orang Khalifah ( Abu Bakar, Umar, Utsman
dan Ali )
1.  Ibnu
Masud,
2. Ibnu Abbas,
3. Ubai bin Kaab,
4. Zaid bin sabit,
5. Abu Musa al-Asy’ari dan
6. Abdullah bin Zubair.
Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari
Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Masud dan Ubai bin Kaab, dan apa yang
diriwayatkan dari mereka tidak berarti merupakan sudah tafsir al-Quran yang
sempurna. Tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan penafsiran apa
yang masih samar dan penjelasan apa yang masih global.
b. Peranan Tabi’in dalam
penafsiran Al-Quran dan Tokoh-tokohnya
Mengenai para tabi’in, diantara mereka ada satu
kelompok terkenal yang mengambil ilmu ini dari para sahabat disamping mereka
sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat, yang
terkenal di antara mereka , masing-masing sebagai berikut :
a. Murid Ibnu Abbas di Mekah yang terkenal
ialah, Sa’id bin Jubair, Mujahid, ‘iKrimah bekas sahaya ( maula ) Ibnu Abbas,
Tawus bin kisan al Yamani dan ‘Ata’ bin abu Rabah.
b. Murid Ubai bin Kaab, di Madinah : Zaid bin
Aslam, abul Aliyah, dan Muhammad bin Ka’b al Qurazi.
c. Abdullah bin Masud di Iraq yang terkenal
:  ‘Alqamah bin Qais, Masruq al Aswad bin
Yazid, ‘Amir as Sya’bi, Hasan Al Basyri dan Qatadah bin Di’amah as Sadusi.
             
Dan yang diriwayatkan mereka itu semua meliputi
ilmu tafsir, ilmu Gharibil Qur’an, ilmu Asbabun Nuzul, ilmu Makki wal madani
dan imu Nasikh dan Mansukh, tetapi semua ini tetap didasarkan pada riwayat
dengan cara didiktekan (imla).
4. Masa Pembukuan (tadwin)
Perkembangan selanjutnya dalam ulumul-Quran
adalah masa pembukuan ulumul- Quran, pembukuan ini melewati beberapa
perkembangan sebagai berikut :
a. Pembukuan tafsir Al-Quran menurut riwayat dari hadits, Sahabat dan
tabi’in
Pada abad kedua hijriah tiba masa pembukuan (
tadwin ) yang dumulai dengan pembukuan hadist denga segala babnya yang
bermacam-macam, dan itu juga menyangkut hal yang berhubungan dengan tafsir.
Maka sebagian ulama membukukan tafsir al-Qur’an yang diriwayatkan dari
Rasulullah SAW dari para sahabat atau dari para tabi’in.
Diantara mereka yang terkenal adalah Yazid bin
Harun as Sulami, ( wafat 117 H ), Syu’bah bin Hajjaj ( wafat 160 H ), Waqi’ bin
Jarrah ( wafat 197 H ), Sufyan bin ‘uyainah ( wafat 198 H), dan Aburrazaq bin
Hammam ( wafat 112 H ).
Mereka semua adalah para ahli hadits, sedangkan
tafsir yang mereka susun merupakan salah satu bagiannya, namun tafsir mereka
yang tertulis tidak ada yang sampai ketangan kita.
b. Pembukuan tafsir berdasarkan susunan ayat
Kemudian langkah mereka itu diikuti oleh para
ulama’. Mereka menyusun tafsir Qur’an yang lebih sempurna berdasarkan susunan
ayat. Dan yang terkenal diantara mereka ada Ibn Jarir at Tabari ( wafat 310
H ).
Demikianlah tafsir pada awal permulaanya dinukil (dipindahkan) melalui penerimaan
(dari mulut ke mulut) melalui riwatyat, kemudian dibukukan sebagai salah satu
bagian hadits, selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka
berlangsunglah proses kelahiran at-Tafsir
bil Ma’tsur (berdasarkan riwayat),
lalu diikuti oleh at-Tafsir bir Ra’yi
(berdasarkan penalaran ).
c. Munculnya pembahasan cabang-cabang ulumul-Quran selain tafsir
Disamping ilmu tafsir, lahir pula karangan yang
berdiri sendiri mengenai pokok-pokok pembahasan tertentu yang berhubungan
dengan al-Quran, dan hal ini sangat diperlukan oleh seorang mufasir, di
antaranya :
1). Ulama abad ke-3 Hijri
a). Ali bin al Madini (wafat 234 H) guru Bukhari,
menyusun karangannya mengenai
    
asbabun nuzul
b). Abu ‘Ubaid al Qasim bin Salam (wafat 224 H)
menulis tentang Nasikh Mansukh
     dan
qira’at.
c). Ibn
Qutaibah (wafat 276 H) menyusun tentang problematika al-Quran (musykilatul
     quran).
2). Ulama Abad Ke-4 Hijri
a). Muhammad bin Khalaf bin Marzaban (wafat 309
H) menyusun al- Hawi fa ‘Ulumil
    Qur’an.
 b). Abu
muhammad bin Qasim al Anbari (wafat 751 H) juga menulis tentang ilmu-ilmu
     
al-Qur’an.
 c). Abu
Bakar As Sijistani (wafat 330 H) menyusun Garibul Qur’an.
 d). Muhammad bin Ali bin al-Adfawi (wafat 388
H) menyusun al Istigna’ fi ‘Ulumil
     Qur’an.
3). Ulama Abad Ke-5 dan setelahnya
a). Abu Bakar al Baqalani
(wafat 403 H) menyusun i’jazul-Qur’an,
b). Ali bin Ibrahim bin Sa’id
al Hufi (wafat 430 H) menulis mengenai i’rabul-Qur’an.
c). Al Mawardi (wafat 450 H)
menegenai tamsil-tamsil dalam al-Qur’an (amsalul-
     Qur’an).
d). Al Izz bin Abdussalam (
wafat 660 H ) tentang majaz dalam al-Qur’an.
e). Alamuddin Askhawi ( wafat
643 H ) menulis mengenai ilmu qra’at (cara membaca
     al-Qur’an ) dan aqsamul-Qur’an.
4). Mulai pembukuan secara khusus ulumul-Quran dengan mengumpulkan
cabang-cabangnya.
Pada masa sebelumnya, ilmu-ilmu al-Quran dengan
berbagai pembahasannya di tulis secara khusus dan terserak, masing-masing
dengan judul kitab tersendiri, kemudian, mulailah masa pengumpulan dan
penulisan ilmu-ilmu tersebut dalam pembahasan khusus yang lengkap, yang dikenal
kemudian dengan ulumul-Qur’an. Di antara ulama-ulama yang menyusun secara
khusus ulumul-Quran adalah sebagai berikut :
a). Ali bin Ibrohim Said (330 H) yang dikenal
dengan al Hufi dianggap
sebagai orang pertama yang membukukan ulumul-Qur’an.
b). Ibnul Jauzi (wafat 597 H) mengikutinya
dengan menulis sebuah kitab berjudul fununul Afnan fi ‘Aja’ibi ‘ulumil
Qur’an.
c). Badruddin az-Zarkasyi (wafat 794 H) menulis
sebuah kitab lengkap dengan judul Al-Burhan fii ulumilQur`an .
d). Jalaluddin Al-Balqini (wafat 824 H)
memberikan beberapa tambahan atas Al-Burhan di dalam kitabnya Mawaaqi`ul
u`luum min mawaaqi`innujuum.
e). Jalaluddin As-Suyuti (wafat 911 H) juga
kemudian menyusun sebuah kitab yang terkenal al-itqaan fii u`luumil qur`an.
Kitab Al-Burhan (Zarkasyi) dan Al-Itqon (As-Suyuti)
hingga hari ini masih dikenal sebagai referensi induk / terlengkap dalam
masalah ulumul-Qur’an. Tidak ada peneliti tentang ulumul-Quran, kecuali pasti
akan banyak menyandarkan tulisannya pada kedua kitab tersebut.
5. Ulumul-Qur’an pada masa modern (kontemporer)
Sebagaimana pada periode sebelumnya,
perkembangan ulumul-Quran pada masa kontemporer ini juga berlanjut seputar
penulisan sebuah metode atau cabang ilmu al-Quran secara khusus dan terpisah,
sebagaimana ada pula yang kembali membali menyusun atau menyatukan
cabang-cabang ulumul-Quran dalam kitab tersendiri dengan penulisan yang lebih
sederhana dan sistematis dari kitab-kitab klasik terdahulu.
a). Kitab yang terbit membahas khusus tentang
cabang-cabang ilmu Quran atau pembahasan khusus tentang metode penafsiran
Al-Quran di antaranya :
1). Kitab i`jaazul quran yang
ditulis oleh Musthafa Shadiq Ar-Rafi`i,
2). Kitab At-Tashwirul fanni
fiil qu`an dan masyaahidul qiyaamah fil
qur`an
oleh Sayyid
     Qutb,
3). Tarjamatul qur`an oleh
syaikh Muhammad Musthafa Al-Maraghi yang salah satu
     pembahasannya ditulis oleh Muhibuddin
al-hatib,
4). Masalatu tarjamatil qur`an oleh Musthafa Sabri,
5). An-naba`ul adziim oleh DR Muhammad Abdullah Daraz dan
6). Muqaddimah tafsir Mahaasilu ta`wil oleh Jamaluddin
Al-qasimi.
b). Kitab yang membahas secara umum ulumul quran
dengan sistematis, diantaranya :
1). Syaikh Thahir Al-jazaairy menyusun sebuah
kitab dengan judul At-tibyaan fii u`luumil
    
qur`an
.
2). Syaikh Muhammad Ali Salamah menulis pula Manhajul
furqan fii u`luumil qur`an
yang
    
berisi pembahasan yang sudah ditentukan untuk fakultas ushuluddin di
Mesir dengan
    
spesialisasi da`wah dan bimbingan masyarakat dan diikuti oleh muridnya,
3). Muhammad Abdul a`dzim az-zarqani yang
menyusun Manaahilul i`rfaan fii u`lumil
    qur`an.
4). Syaikh Ahmad Ali menulis muzakkiraat
u`lumil qur`an
yang disampaikan kepada
    
mahasiswanya di fakultas ushuluddin jurusan dakwah dan bimbingan
masyarakat.
5). Kitab Mahaabisu fii u`lumil qur`an
oleh DR Subhi As-Shalih.
Pembahasan tersebut dikenal dengan sebutan u`luumul
qur`an
, dan kata ini kini telah menjadi istilah atau nama khusus bagi
ilmu-ilmu tersebut. Kitab Mabahitsul Quran yang ditulis Manna’ul
Qattan
ini juga termasuk kitab ulumul quran kontemporer yang banyak
mendapat sambutan di universitas-universitas di Timur Tengah dan Dunia Islam
pada umumnya. Kitab ini juga dijadikan modul untuk perkuliahan Ulumul Quran
semester 1 di Universitas International Afrika, Khartoum Sudan, sebagai mata
kuliah umum untuk semua mahasiswa di berbagai jurusannya.
BAB  III
P E N U T U P
1.     
 Kesimpulan
Al-Qur’an adalah petunjuk utama sebagai panduan hidup (way of life) bagi umat manusia (hudan
linnas),
al-Qur’an merupakan petunjuk ke jalan yang lurus bagi segenap umat
manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat. Di
dalamnya terkandung ragam dasar aturan (qaidah)
hukum yang mengatur tatanan kehidupan umat manusia.
Selain itu al-Quran mengandung motivasi untuk mengeksplorasi dan
mengobservasi alam semesta dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan (science) yang masih banyak belum
tersentuh oleh kalangan cendekiawan muslim maupun non-muslim secara
konstekstual.
Kandungan isinya sangat penting dan memadai untuk mengungkap sains dan
fustur manusia. Memang tidak semuanya disebut secara eksplisit, namun banyak
hal tersirat secara implisit. Dalam al-Quran ilmu pengetahuan tidak dijelaskan
secara rinci, karena al-Qur’an bukan kamus atau ensiklopedia. Al-Qur’an hanya
menggambarkan secara global (ijmal)
dan tugas manusialah untuk mengurai dan menganalisisnya, menemukan dan
mempertajam spesifikasinya secara detail dari ilmu0ilmu tersebut.
Kata ilmu dalam berbagai bentuk disebutkan dalam al-Qur’an sampai 854 kali,
di samping itu ayat-ayat kauniyah (fenomena
alam)
disebut dalam al-Quran sampai 750 ayat. Hal ini memberi ilustrasi
bagi umat manusia agar senantiasa terus mengungkap rahasia-rahasia ilmu yang
terkandung di dalamnya.
2.     
Saran
Ulumul Qur’an adalah merupakan ilmu yang dapat digunakan sebagai metode
dalam mempelajari al-Quran dengan berbagai perspektif dan cabang-cabangnya.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Syad ayat 29 yang menegaskan bahwa: ‘Ini adalah kitab al-Qur’an yang Kami
turunkan kepadamu penuh dengan berkah agar mereka merenungkan ayat-ayatNya dan
supaya mereka mempunyai pikiran dan mauidhah yang berguna dan bermanfaat’
.
Diturunkannya al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW. adalah sebagai tadabbur, direnungkan maknaya,
dipikirkan dan diamalkan, bukan sekadar dibaca tanpa pengamalan dari isi dan
maknanya, dan wajib hukumnya bagi umat Islam untuk mempelajari, memahami dan
menerapkannya dalam sendi-sendi kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Azami, M.M, The History The Qur’anic Text : From
Relevation to Compilation (Sejarah   Teks
Al-Qur’an dari Wahyu sampai kompilasi),
Penerbit Gema Insani, Jakarta,
2005.
Hatta Syamsuddin, Modul Mata kuliah : Ulumul
Quran 1
, Pesantren Mahasiswa Arroyan, Surakarta, 2008.
Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, Penerbit
Pustaka Setia, Bandung, 2007.
TALHAS, T.H, Fokus Isi dan Makna Al-Qur’an : Jalan
Pintas Memahami Substansi Global Al-Qur’an
, Penerbit Galura Pase, Jakarta,
2008.
http://randaka.wordpress.com/2010/06/15/islam-di-spanyol-al-andalus/.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *