Kamis, Oktober 10, 2024
KuliahUlumul Hadits

Hadits (Makalah)

BAB I
PENDAHULUAN
A.   
Latar
Belakang Masalah
Umat islam di seluruh dunia hidup tidak hanya berpedoman
dengan kitab suci Al-Qur’an, namun juga penting harus mengaitkan hadits ke
dalam kehidupan sehari-hari. Itu lah sebabnya mengapa hadits sangat penting
bagi umat islam karena di dalamnya terungkap berbagai tradisi yang berkembang
pada masa Rasulullah saw. Tradisi-tradisi yang hidup pada masa kenabian
tersebut mengacu kepada pribadi Rasulullah saw sebagai utusan Allah swt.di
dalamanya sarat akan berbagai ajaran islam. Oleh karena itu berkelanjutan
tradisi itulah sehingga umat manusia zaman sekarang bisa memahami, merekam dan
melaksanakan tuntunan ajaran islam1. 
Hadits sebagai sumber kedua setelah Al-Qur’an, karena
hadits juga merupakan hukum yang dijadikan pedoman dalam menjalankan kegiatan
sehari-hari agar terhindar dari sesuatu yang diharamkan Allah swt.
Seiring dengan berjalannya
waktu, dan berkembangnya zaman. Islam semakin pesat menyebarluas di seluruh
penjuru dunia sehingga menyebabkan banyaknya muncul berbagai kontroversi atau
pun perbuatan yang mencoreng nama baik islam di mata dunia. Faktanya, sekarang
pun banyak pula bermuculan trik-trik untuk menjelek-jelekkan islam itu sendiri
termasuk munculnya berbagai kontroversi tentang hadits palsu. Sebagai umat
islam khususnya mahasiswa di perguruan tinggi islam di Indonesia, wajiblah bagi
kita untuk mengetahui seperti apa  hadits
yang benar itu? Dan apa pentingnya hadits untuk 
umat islam dalam kehidupan sehari-hari? Melalui makalah ini kami akan
berusaha menjelaskan tentang definisi, fungsi dan kedudukan hadits.
B.    
Rumusan
Msalah
1.      Bagaimana
definisi hadits?
2.      Apa
saja unsur-unsur yang harus ada dalam hadits?
3.      Apa
saja fungsi hadits?
4.      Bagaimana
kedudukan hadits dalam pembentukan hukum?
C.   
Tujuan
Penulisan
Makalah
ini dibuat bertujuan untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang hadits. selain
itu untuk, lebih mengetahui pengaruh hadits dalam kehidupan sehari-hari.
D.   
Manfaat
Penulisan
Makalah
ini bagi penulis sendiri di buat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Ulumul
Hadits, selain itu sebagai bahan kajian dan masukan baru untuk melaksanakan
penelitian serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam mempelajari
tentang ilmu hadits.
E.    
Sistematika
Penulisan
Hasil
penelitian ini disajikan dalam bentuk makalah, yang secara garis besarnya
tersusun menjadi empat bab. Dan masing-masing bab terinci sebagai berikut:
a)      Bab
I pendahuluan memuat tentang: Latar belakang, rumusan masalh, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.
b)      Bab
II pembahasan memuat tentang :
c)      Bab
III penutup memuat tentang kesimpulan
d)    
Dan yang terakhir adalah daftar pustaka.
BAB II
PEMBAHASAN
1.     
Definisi
Hadits
Hadits adalah segala perkataan (qauly), perbuatan (fi’ly)
 dan ketetapan (taqriry) yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Istilah hadits disinonimkan dengan
istilah sunnah, sebagai yang dinyatakan oleh ulama hadits pada umumnya.  
1.      Hadits
Qauly, yaitu hadits yang berisi tentang ucapan nabi Muhammad saw.
2.      Hadits
Fi’ly, yaitu hadits yang berupa perbuatan nabi Muhammad saw yang di
seskripsikan oleh para sahabat.
3.      Hadits
Taqriry, yaitu ketetepan atau persetujuan Nabi terhadap perbuatan atau ucapan
para sahabat, termasuk ketika beliau diam saat melihat perilaku yang dilakukan
oleh shabat di depan beliau.
2.     
 Unsur-unsur yang Harus ada dalam Hadits
 Dalam sebuah hadits terdapat beberapa
unsur-unsur yang harus ada, yaitu:
a.       Rawi,
yaitu orang yang
menyampaikan dan menuliskan dalam suatu kitab yang
apa-apa yang pernah di dengar atau di terimanya dari seseorang atau gurunya.
Kegiatan yang di lakukannnya tersebut di sebut meriwayatkan hadits atau merawi
dan orang yang melakukannya di sebut perawi hadits.
b.      Matnu’l Hadits, yaitu pembicara (kalam) atau materi berita yang berakhir
pada sanad. Baik itu berasal dari Rasulullah saw, sahabat maupun tabi’in. Dan
isinya pun bisa mengenai perkataan, perbuatan Rasulullah saw atau sahabat yang
tak di sanggah beliau.
c.       Sanad
atau tariq, jalan yang dapat menghubungkan matnu’l hadits kepada Nabi Muhammad
saw.[1]
3.     
Fungsi
Hadits
Sudah kita ketahui bahwa hadist
mempunyai keedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam. Ia menempati
posisi kedua setelah Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai sumber ajaran pertama memuat
ajaran-ajaran yang bersifat umum (global),yang perlu di jelaskan lebih lanjut
dan terperinci. Disinilah hadist menduduki dan menempati fungsinya sebagai
sumber ajaran kedua. Ia menjadi penjelas (mubayyin) isi Al-Qur’an. Hal ini
sesuai dengan firman Allah SWT.,
Artinya : “ Keterangan-keterangan (mukjizat) dan
kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan. (Q.S. An-Nahl [16] :44)
Dalam hubungan dengan Al-Qur’an,hadist berfungsi sebagai
penafsir,pensyarah,dan penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an tersebut.Apabila
disimpulkan tentang fungsi hadist dalam hubungan dengan Al-Qur’an sebagai
berikut :
a.      Bayan At-Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan at-tafsir adalah
menerangkan/memberikan perincian/memberi penjelasan terhadap ayat-ayat yang bersifat
sangat umum,mujmal,dan musytarak. Fungsi hadist dalam hal ini adalah memberikan
perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih
mujmal(ringkas/singkat),memberikan taqyid (persyaratan/batasan) ayat-ayat yang
masih muthlaq,dan memberikan takshish (mengkhususkan) ayat-ayat yang masih
umum.
Diantara contoh bayan at-tafsir mujmal adalah seperti
hadist yang menerangkan ke-mujmal-an ayat-ayat tentang perintah Allah SWT untuk
mengerjakan sholat, puasa, zakat, dan haji. Ayat-ayat yang menjelaskan tentang
hal itu masih bersifat global. Contohnya kita diperintahkan sholat, namun
Al-Qur’an tidak menjelaskan tentang tata cara sholat,tidak menerangkan tentang
rukun-rukunnya,dan kapan waktu pelaksanaannya. Semua ayat tentang kewajiban sholat
tersebut dijelaskan oleh Nabi SAW dengan sabdanya,
Yang
artinya: “ shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.“ (H.R. Bukhai)
Contoh
lain Allah memerintahkan umat islam untuk berzakat maka hadist menerangkan  dengan sangat detail[2].
Nabi
SAW bersabda tentang zakat emas dan perak,
Yang
artinya :” berikanlah dua setengah persen dari harta-hartamu.”
Salah
satu ayat yang memerintahkan untuk shalat dan zakat adalah
Artinya
:” Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang
yang rukuk.”
b.      Bayan At-Taqrir
Bayan at-taqrir atau sering juga disebut dengan bayan
at-ta’kid dan bayan al-itsbat adalah hadis yang berfungsi untuk memperkokoh dan
memperkuat pernyataan Al- Qur’an. Dalam hal ini, hadis ini hanya berfungsi
untuk memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an. Contoh bayan at-taqrir adalah hadis
Nabi SAW yang memperkuat firman Allah SWT Q.S. Al-Baqarah [2]:185, yaitu,

Artinya:”
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang batil). Karena itu, barang siapa di
antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”(Q.S.
Al-Baqarah [2]: 185)
Ayat
bergaris bawah diatas  di taqrir oleh
hadis Nabi SAW., yaitu,
Artinya:”
Apabila kalian melihat (ru’yat) bulan, berpuaalah, begitu pula jika melihat
(ru’yat) bulan itu,berbukalah..”
Contoh
lain adalah Q.S Al-Maidah [5] : 6 tentang keharusan berwudhu sebelum shalat
yaitu,


Artinya
:” Hai orang-orang yang beriman, apabila
kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan
siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,
dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan
atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu
tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih);
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan
kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur.”
Ayat
Al-Qur’an yang bergaris bawah diatas di taqrir oleh hadis Nabi SAW., yakni,
Artinya:  Rasulullah SAW. bersabda,”Tidak diterima
shalat seseorang  yang berhadas sebelum
ia berwudhu.”[3]
c.      
Bayan
An-Nasakh
Secara
bahasa,an-nasakh bisa berarti al-ibthal
(membatalkan),
al-ajalah (menghilangkan),at-tahwil (memindahkan), atau at-tagyir (mengubah).
Para ulama,baik mutaqaddimin maupun muta’akhirin berbeda
pendapat dalam mendefinisikan bayan an-nasakh. Perbedaan ini terjadi karena
perbedaan diantara mereka dalam mendefinisikan kata nasakh dari segi
kebahasaan.
Menurut ulama mutaqaddimin,yang dimaksud dengan bayan
an-nasakh adalah adanya dalil syara’ yang datang kemudian. Dari pengertian
tersebut,menurut ulama yang setuju adanya fungsi bayan an-nasakh,dapat dipahami
bahwa hadis sebagai ketentuan yang dapat menghapus ketentuan-ketentuan atau isi
Al- Qur’an yang datang kemudian.
Diantara ulama yang membolehkan adanya nasakh hadis
terhadap Al-Qur’an, juga berbeda pendapat dalam macam hadis yang dapat dipakai
untuk men-nasakh Al-Qur’an, dalam hal ini mereka terbagi kedalam tiga kelompok.
Pertama yang membolehkan menasakh Al-Qur’an dengan segala
hadis, meskipun hadis ahad. Pendapat ini diantaranya dikemukakan oleh para
ulama mutaqaddimin dan Ibn hazm sebagian besar pengikut Zhahiriah.
Kedua, yang membolehkan me-nasakh dengan syarat hadis
tersebut harus muttawatir. Pendapat ini diantaranya dipegang oleh Mu’tazilah.
Ketiga, ulama yang membolehkan me-nasakh dengan hadis
masyhur, tanpa harus dengan muttawatir. Pendapat ini diantaranya dipegang oleh
Hanafiyah.
Salah satu contoh yang biasa diajukan oleh para ulama adalah
sabda Rasul SAW. Dari Abu Umamah Al-Bahili,
Artinya
: “ sesungguhnya Allah telah memberikan kepada tiap-tiap orang haknya (
masing-masing). Maka, tidak ada wasiat bagi ahli waris. H.R. Ahmad dan Al-Arba’ah, kecuali An-nas’i. Hadis ini dinilai hasan oleh
Ahmad dan At-Tirmadzi)
Hadis
ini menurut mereka me-nasakh isi Al-Qur’an surah Al-Baqarah [2] : 180, yakni ,
Artinya:” Diwajibkan
atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika
ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib
kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang
bertakwa.”
Kewajiban
melakukan wasiat kepada kaum kerabat dekat berdasarkan Q.S. Al-Baqarah [2] :
180 diatas, di nasakh hukumnya oleh hadis yang menjelaskan bahwa ahli waris
tidak boleh dilakukan wasiat.[4]
4.      Kedudukan Hadits dalam pembentukan Hukum Islam
Hadits menempati kedudukannya yang sangat pentingsetelah
Al-Qur’an. Kewajiban mengikuti hadits bagi umat Islam sama wajibnya dengan
mengikuti Al-Qur’an. Hal ini karena hadits merupakan mubayyin terhadap Al-Qur’an. Tanpa memahami dan menguasai hadits,
siapapun tidak akan bisa memahami Al-Qur’an. Sebaliknya, siapapun tiak akan
bisa memahami hadits tanpa memahami Al-Qur’an karena Al-Qur’an merupakan dasar
hukum petama, yang di dalamnya berisi garis besar syariat, dan hadits merupakan
dasar hukum kedua, yang di dalamnya berisi penjabaran dan penjelasan Al-Qur’an.
Dengan demikian antara hadits dan Al-Qur’an memiliki kaitan yang sangat erat,
yang satu sama lain tidak bisa dipisah-pisahkan atau berjalan sendiri-sendiri.
Berdasarkan hal tersebut, kedudukan hadits dalam Islam
tidak dapat diragukan karena tidak dapat diragukan karena terdapat penegasan
yang banyak, baik di dalam Al-Qur’an maupun dalam hadits Nabi Muhammad SAW.,
seperti diuraikan di bawah ini.
Katakanlah: “Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu
berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”.( Q.S. Ali’ Imran [3] : 32 )
Artinya :” Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”( An-Nisa [4] : 59)
Artinya :” Katakanlah: “Taatlah kepada Allah dan
taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul
itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah
semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya
kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan
menyampaikan (amanah Allah) dengan terang.” ( Q.S Al- Maidah [5] :92)
Selain itu  ada pula
ayat yang mewajibkan ketaatan  kepada
Rasul secara khusus dan terpisah karena pada dasarnya ketaatan Rasul  berarti ketaatan kepada Allah SWT.
Misalnya :
Artinya:” Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya
ia telah menaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu),
maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” ( Q.S. An-Nisa [4] :80 )
Artinya:” Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( Q.S Ali Imran [3] :31 )[5]

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hadits
adalah perkataan, perbuatan, ataupun ketetapan dari Nabi Muhammad SAW. Yang
berkedudukan sangat penting yaitu sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an,
dalam kaitannya dengan Al-Qur’an, hadist berfungsi sebagai:
1.       Penguat hukum atas suatu peristiwa yang telah
ditetapkan dalam Al-Qur’an.
2.       Pemberi keterangan terhadap ayat-ayat
Al-Qur’an yang meliputi:
a.       Merinci
ayat yang berswifat global
b.      Membatasi
kemutlakkan suatu ayat, dan
c.       Membawa
hukum baru yang tidak di tetapkan dalam al-Qur’an.

DAFTAR PUSTAKA
Solahudin, M. Agus. Suyadi, Agus.2008.ulumul hadits.Bandung : Pustaka Setia
Dr. Mardani. 2010.
Hukum Islam
. Yogyakarta: Pusataka Pelajar.
Suryadilaga,
M. Alfatih.2009. Aplikasi Penelitian
Hadits Dari Teks ke Konteks
. Yogyakarta:  
 Teras.
Shiddieqy,
Teungku Muhammad Hasbi Ash.2000. Koleksi Hadis-hadis
Hukum 4.
Semarang: Yayasan Teungku Muhammad Hasvi Ash Shiddieqy
Khairuddin, Ahmad.2005. Hadits al-Aimamah Min Quraisy.Banjarmasin: ANTASARI Press.
www.google.com
 http://mediaislam.fisikateknik.org
[1]  Sumber: http://mediaislam.fisikateknik.org Jum’at,20 September 2013
[2]
M.Agus Solahudin,Agus Suyadi.Ulumul Hadis.Bandung: Pustaka Setia.2009.hlm78-79
[3]
M.Agus Solahudin,Agus Suyadi.Ulumul Hadis.Bandung: Pustaka Setia.2009.hlm.82-83
[4]
M.Agus Solahudin,Agus Suyadi.Ulumul Hadis.Bandung: Pustaka Setia.2009.hlm.84-85.
[5]
M.Agus Solahudin,Agus Suyadi.Ulumul Hadis.Bandung: Pustaka Setia.2009.hlm.73-76.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *