Sabtu, November 23, 2024
KuliahUlumul Qur'an

Nuzul Al-Qur’an (Makalah)

BAB I

PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG

Al-Qur’an adalah
kitab suci agama Islam yang diturunkan untuk memberi petunjuk kepada semua umat
manusia. Permulaan turunnnya Al-Qur’an bertepatan pada malam 17 Ramadhan atau yang
biasa disebut dengan malam Nuzulul Al-Qur’an. Dimana malam tersebut adalah
malam yang sangat mulia dan penuh berkah. Al-Qur’an diturunkan secara
berangsur-angsur sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi pada masa itu.

Dalam proses
terbentuknya Al-Qur’an, sangat banyak tahap-tahap waktu dan cara-cara turunnya
wahyu yang harus dilalui. Sehingga membutuhkan waktu sekitar 22 tahun 2 bulan
22 hari. Sebagai seorang Muslim dan Muslimah, kita harus mengetahui proses
turunnya Al-Qur’an, terutama tahap-tahap dan cara-cara turunnya wahyu tersebut
sehingga terbentuknya kitab suci Al-Qur’an yang mulia ini.

B.   RUMUSAN MASALAH

1.      Apa
yang dimaksud dengan Nuzul Al-Qur’an dan apa saja proses-proses yang terjadi
didalamnya ?

2.      Bagaimana
tahapan-tahapan waktu  dan cara-cara turunnya wahyu sehingga terbentuknya
Al-Qur’an ?

 

C.  TUJUAN PENULISAN

1.      Untuk
mengetahui makna dari Nuzul Al-Qur’an.

2.      Untuk
mengetahui proses-proses yang terjadi pada Nuzul Al-Qur’an.

3.      Untuk
mengetahui tahapan-tahapan waktu dan cara turunnya wahyu.

BAB
II

PEMBAHASAN

A.  Nuzul Al-Qur’an

1.    Pengertian Nuzul
Al-Qur’an

Nuzul al-Qur’an berasal
dari kata Nuzul  dan kata Al-Qur’anKata
Nuzul adalah bentuk masdar dari bahasa arab dengan akar kata nazala-yanzilu-nuzulan berarti
turun atau berpindah tempat, atau menempati sesuatu. Sedangkan kata Al-Quran
berarti  kitab suci umat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
melalui malaikat Jibril untuk menjadi peringatan, petunjuk , tuntunan dan hukum
demi keselamatan hidup umat manusia didunia dan diakhirat. Dengan
demikian Nuzulul Al-Quran berarti turun atau perpindahan
tempat Al-Quran dari Allah ke Jibril, dan dari Jibril kedalam hati Nabi
Muhammad SAW., serta dari Nabi ke hati para sahabatnya, hingga ke umatnya
secara umum.[1]

2.    Turunnya Al-Qur’an

Allah pertama kali
menurunkan Al-Qur’an pada malam senin tangal 17 Ramadhan pada tahun ke 41 dari
kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 M.[2]

Ketetapan tanggal
17 Ramadhan sebagai tanggal mulai diturunkannya Al-Qur’an tidak terdapat secara
tegas di dalam Al-Qur’an, namun ayat-ayat yang mengisyaratkan kepada tanggal
tersebut dapat dijumpai disurah, Al-Anfal ayat 41:

Artinya: “Jika kamu beriman kepada Allah dan
kepada apa yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad pada) hari Furqan,
yaitu pada hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah maha kuasa atas segala
sesuatu.”
( QS. Al-Anfal: 41)

Yang dimaksud dengan 
yaum al-furqan pada ayat tersebut adalah hari permulaan turunnya Al-Qur’an.
Disebut demikian, karena kitab suci tersebut berisi ajaran dan tuntunan hidup
yang memisahkan antara yang benar dan yang salah atau antara yang haq dan
yang bathil. Adapun yang dimaksud dengan yaum iltaqa al-jam’an (hari bertemunya
dua pasukan) ialah hari bertemunya dua pasukan yaitu pasukan kaum Muslim dan
pasukan kaum musyrik Quraisy pada peperangan Badr. Mengingat peperangan Badr
terjadi pada 17 Ramadhan, maka dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an juga
diturunkan pada 17 Ramadhan pula.[3]

Adapun tentang
diturunkannya Al-Qur’an pada bulan Ramadhan, adalah berdasarkan nash yang jelas
yang terdapat dalam kitab Allah Azza wa Jalla, dimana Ia berfirman:

Artinya : “Bulan
Ramdhan, bulan yang didalamnya diturunkan ( permulaan) Al-Qur’an sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda antara yang hak dan yang bathil….”( QS. Al-Baqarah: 165)

           
Sedangkan Malaikat yang turun membawa Al-Qur’an adalah Jibril AS. Sebagaimana
telah ditetapkan pula dengan nash shoheh yang terdapat dalam Al-Qur’an, dimana
Allah berfirman:

 

Artinya: “ Dia ( Al-Qur’an) dibawa turun
oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril) kedalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah
seoragng diantara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa arab yang
jelas.”(QS. Asy-Syu’ara: 193-195)

           
Dan firman Nya:

Artinya: “ katakanlah :” Ruhul Quddus (Jibril) menurunkan
Al-Qur’an dari tuhan mu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang
telah beriman, dan menjadi petunjuk serta khabar gembira bagi orang-orang yang
berserah diri kepada Allah.” (QS. An-Nahl:102)

           
Yang dimaksud dengan Ar-Ruhul Amin atau Ar-Ruh Al-Quddus ialah Jibril as.
Berdasarkan sepakat ahli tafsir, dimana dia adalah yang diberi kepercayaan oleh
Allah untuk mewahyukan Al-Qur’an kepada Rosulullah saw. Dan dialah yang
menyampaikan wahyu kepada segenap para Nabi dan Rosul (sebelum Muhammad s.a.w).[4]

3.    Wahyu Pertama di
Turunkan

Iman As-Suyuti
dalam kitab Al-Itqan mencatat beberapa pendapat tentang ayat yang pertama kali
turun. Ada yang mengatakan “Basmalah”, ada yang mengatakan “Al-Fatihah”,
namun yang paling shahih ialah surah Al-Alaq : 1-5.[5]

Pendapat yang
pertama, mengatakan bahwa yang pertama kali diturunkan dari Al-Qur’an adalah “Bismillahirrahmaanirrahiim”.

Imam Al-Wahidi
mengeluarkan sebuah riwayat dengan sanadnya dari Ikrimah dan Hasan, keduanya
berkata, “Pertama kali yang diturunkan dari Al-Qur’an adalah  “Bismillaahirrahmaanirrahim
dan awal surah “Iqra bismi rabbik”.

Ibnu Jarir
ath-Thabari dan lainnya juga mengeluarkan sebuah riwayat melalui adh-Dhahhak,
dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, “Pertama kali yang dibawa turun oleh Jibril as.
Kepada Nabi Muhammad saw. Adalah perkataan Jibril ‘Ya Muhammad !, mohonlah
perlindungan ( kepada Allah ), kemudian katakan ‘Bismillahirrahmaanirrahim’.”

Menurut Imam
Sayuti : sesungguhnya pada dasarnya ini tidak dianggap pendapat, karena sudah
barang tentu konsekuensinya turunnya suatu surah adalah turunnya ‘basmalah’ bersama
surah itu, maka ia merupakan ayat yang pertama kali turun secara mutlak.[6]

Selain pendapat
tersebut, ada pula pendapat lain yang menyatakan bahwa surah Al-Fatihahlah
sebenarnya yang pertama kali diturunkan. Syaikh Muhammad Abduh menguatkan
pendapat tersebut dengan tiga alasan. Pertama, surah Al-Fatihah terletak pad
permulaan Al-Qur’an. Kedua, seluruh isi surah Al-Qur’an tersimpul dalam surah
Al-Fatihah. Ketiga, menurut riwayat yang diceritakan kembali oleh Al-Baihaqi dalam Dalail
Nubuwah
, ternyata surah Al-Fatihah pula yang disebut sebagai yang pertama
kali diturunkan.[7]

Sedangkan, menurut
pendapat yang terkuat dan riwayat yang sahih, firman Allah yang pertama kali
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw adalah firman-Nya di surah Al-Alaq : 1-5 :

Artinya : “Bacalah dengan ( menyebut ) nama
Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan
perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang belum pernah ia
ketahui.” (QS. Al-Alaq :1-5)

           
Ayat tersebut diturunkan ketika Nabi Muhammad saw sedang menyendiri dan
beribadah  di sebuah gua yang bernama Gua Hira yang terdapat di Jabal Nur,
kira-kira tiga mil dari Mekah. Menurut Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra.
Bahwa Nabi Muhammad saw sering mengunjungi Gua Hira ini dan menyendiri serta
beribadah disana selama beberapa malam. Untuk lancarnya kegiatan beliau, beliau
selalu membawa bekal. Apabila bekal tersebut habis, beliau kembali kepada
Khadijah, yang kemudian memberikan bekal lagi seperti biasa. Pada suatu waktu
ketika beliau sedang berada di Gua Hira tersebut, tiba-tiba Jibril datang dan
berkata kepada beliau, “Bacalah, hai Muhammad.” Nabi menjawab, “Aku
tidak bisa membaca.” 
Nabi kemudian menceritakan bahwa malaikat itu
merangkul dan memelukku sampai aku betul-betul keletihan, kemudian aku
dilepaskannya dan ia berkata lagi kepadaku,”Bacalah.” Aku menjawab,
“Aku tidak bisa membaca.” Aku direngkul dan dipeluknya lagi  untuk kedua
kalinya sampai aku merasa letih, baru kemudian ia melepaskan aku dan berkata
lagi kepadaku, “Bacalah”. Aku menjawab,”Aku tidak bisa membaca”.
Aku dirangkul dan dipeluknya lagi untuk ketiga kalinya, lalu dilepaskannya
seraya berkata, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang
Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan
kepada manusia apa yang belum pernah ia ketahui.”
 Setelah itu Nabi
kembali menemui Khadijah dengan hati yang takut dan gemetar.

           
Peristiwa bersejarah ini terjadi pada malam Senin, tanggal 17 Ramadhan tahun ke
41 dari usia Nabi Muhammad saw atau 13 tahun sebelum beliau berhijrah ke
Madinah, bertepatan dengan bulan Juli tahun 610 H.[8]

 

4.    Wahyu Terakhir di
Turunkan

Kebanyakan ulama
menetapkan bahwa hari penghabisan turunnya Al-Qur’an, ialah hari Jum’at  9
Dzulhijjah tahun 10 H, atau tahun 63 dari kelahiran Nabi Muhammad saw ( Maret
632 M ).

Pada saat itu Nabi
sedang berwukuf di padang Arafah dalam menyelenggarakan haji yang terkenal
dengan Haji Wada’. Kebanyakan ulama tafsir menetapkan bahwa sesudah hari itu
tak ada lagi Al-Qur’an diturunkan untuk menerangkan hukum dan Nabipun hidup
sesudahnya selama 81 malam saja lagi. Ahli tarikh menetapkan bahwa Nabi kita
hidup sesudahnya selama 3 bulan lebih kurang. Sebagaimana diketahui bahwa Rasulullah
wafat pada tanggal 12 Rabiul awal tahun 11 H, hari Senin = 7 Juni 632 M.[9]

Menurut riwayat
yang terkuat, ayat Al-Qur’an yang terakhir sekali diturunkan adalah ayat ketiga
dari surah Al-Maidah ayat 3 :

Artinya : “Pada hari ini telah Aku
sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku kepadam, dan
Aku relakan Islam itu adalah agama untukmu.”
 (QS. Al-Maidah : 3)

           
Menurut riwayat diatas, ayat terakhir tersebut diturunkan ketika Nabi Muhammad
saw bersama para sahabat sedang wukuf di Arafah dalam rangka melaksanakan
ibadah haji terakhir (haji wada ) pada hari Jum’at, tanggal 9
Zulhijjah tahun ke-10 H atau tahun ke-63 dari usia beliau. Delapan puluh satu
setelah malam itu, Nabi pun wafat.[10]

 

B.   TAHAP WAKTU dan CARA TURUNNYA
WAHYU

Wahyu menurut arti
aslinya yaitu isyarat yang cepat (al-isyarat al-syariah) yang dimasukkan
kedalam hati seseorang (al-ilqa fi raw’i). Adapun yang dimasukkan ke
dalam hati itu tidak dalam bentuk verbal, tetapi berupa pengertian yang bebas
dari keraguan dan kesulitan serta bukan pula merupakan hasil meditasi atau
perenungan.[11]

Adapun yang
dimaksud dengan wahyu menurut terminologi syar’i, para ulama berbeda pendapat
dalam merumuskannya. Definisi yang terpanjang menyatakan bahwa wahyu itu adalah
Allah memberitahukan kepada orang yang terpilih dari hamba-hamba-Nya setiap apa
saja dari berbagai macam petunjuk dan ilmu yang ingin Dia beritahukan
kepadanya, namun dengan cara yang rahasia dan tersembunyi serta tidak mengikuti
cara yang biasa dilakukan manusia.[12]

Imam Al-Zuhri
pernah ditanya tentang wahyu, kemudian ia menjawab: “wahyu ialah kalam Allah
yang disampaikan kepada salah seorang Nabi-Nya kemudian dikukuhkan-Nya kedalam
hatinya; lalu dia menyatakan bahwa itu adalah wahyu dan ditulisnya.”[13]

1.    Tahap
Waktu Turunnya Wahyu

          Proses
turunnya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW adalah melalui tiga tahap yaitu:

           
Pertama, Al-Qur’an turun secara sekaligus dari Allah ke lauh Al-mahfuzh,
yaitu suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan
kepastian Allah. Proses pertama ini di isyaratkan dalam QS. Al-Buruj(85) ayat
21-22:

 

Artinya : “Bahkan yang didustakan mereka ialah
Al-Qur’an yang mulia. Yang (tersimpan) dalam lauh al-mahfuzh”.
(QS. Al-Buruj
:21-22)

           
Diisyaratkan pula oleh firman Allah surat Al-Waqi’ah (56) ayat 77

Artinya : “Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah
bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (lauh mahfuzh), tidak
menyentuhnya, kecuali hamba-hamba yang di sucikan. Diturunkan dari Tuhan
semesta alam.”( QS. Al-Waqi’ah:77:80)

           
Tahap kedua, Al-Qur’an diturunkan dari lauh
al-mahfuzh 
itu kebait al-izzah (tempat yang berada
dilangit dunia). Proses ini diisyaratkan Allah dalam surah Al-Qadar [97]: 1

Artinya :”sesungguhnya kami telah menurunkannya
(Al-Qur’an) pada malam kemuliaan.”(QS. Al-Qadar:1)

           
Juga diisyratkan dalam QS. Surat Ad-Dukhan [44] ayat 3

Artinya: “ sesungguhnya kami
menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya kami lah yang
memberi peringatan.”( QS. Ad-Dukhan:3)

           
Tahap ketiga, Al-Qur’an diturunkan dari bait al-izzah kedalam
hati Nabi dengan jalan berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Ada kalanya
satu ayat, dua ayat, dan bahkan kadang-kadang satu surat.[14]

           
Selain itu, menurut Syaikh Al-Khudlari dalam bukunya, Tarikh Tasyi,
masa turunnya Al-Qur’an yang dimulai dari tanggal 17 Ramadhan tahun ke-41 dari
kelahiran Nabi Muhammad saw hingga akhir turunnya ayat pada 9 Zulhijjah tahun
ke-63 dari usia beliau, tidak kurang dari 22 tahun 2 bulan 22 hari. Masa ini
kemudian dibagi oleh para ulama menjadi dua periode yaitu periode Mekkah dan
periode Madinah.

           
Periode Mekkah dimulai ketika Nabi Muhammad saw pertama kali menerima ayat-ayat
Al-Qur’an pada 17 Ramadhan,tahun ke-41 dari kelahiran beliau hingga awal Rabiul
Awal tahun ke-54 dari kelahiran beliau, yaitu sewaktu beliau akan berhijrah meninggalkan
Mekkah menuju Madinah.

           
Periode Madinah dimulai sejak Nabi Muhammad saw berhijrah ke Madinah dan
menetap disana sampai dengan turunnya ayat terakhir pada 9 Zulhijjah tahun
ke-63 dari kelahiran beliau. Dengan demikian, periode Mekkah selama12 tahun 5
bulan 13 hari dan periode Madinah  selama 9 tahun 9 bulan 9 hari.[15]

2.    Cara Turunnya Wahyu

Nabi Muhammad saw
telah menerima kalam Allah melalui tiga cara. Cara yang pertama, adakalanya
beliau alami melalui ilham dikala beliau dalam keadaan jaga. Setelah beliau
menerimanya, beliau dapat mengingatnya dengan tepat. Pengalaman beliau dalam
menerima kalam Allah melalui cara yang pertama dan melalui ilham tersebut telah
diriwayatkan dalam hadis berikut ini, “Sesungguhnya Ruh al-Qudus (Jibril) telah
menuangkan kedalam hatiku bahwa seseorang tidak akan mati sampai rejekinya
sempurna; karena itu, bertakwalah kalian kepada Allah dan berbuat eloklah kamu
dalam mencarinya.”

Disamping itu,
Rasulullah saw juga pernah menerima kalam Allah melalui cara yang pertama,
namun pada waktu tidur, bukan pada waktu jaga. Pengalaman beliau yang seperti
itu telah diriwayatkan oleh ‘Aisyah ra sebagai berikut, “Pertama kali
Rasulullah saw  menerima wahyu adalah mimpi yang benar ketika tidur.
Beliau tidak melihat mimpi itu, kecuali datang seperti cahaya shubuh.

Cara kedua,
menurut riwayat hanya sekali pernah dialami Rasulullah saw, yaitu ketika
mi’raj, beliau telah menerima perintah untuk melaksanakan shalat fardhu lima
waktu dari Allah secara langsung, tanpa perantaraan Jibril.

Cara ketiga,
adalah cara yang cukup sering dialami oleh Rasulullah saw. Cara ketiga ini
adakalanya Jibril menyampaikan makna (ide) yang terkandung dalam kalam Allah
atau wahyu, kemudian beliau sendiri yang mengungkapkannya kepada kaum Muslim
dengan lafal (redaksi) dari beliau; dan adakalanya pula Jibril langsung
menyampaikan kalam Allah itu tidak hanya berupa makna (ide) yang terkandung
didalamnya, tetapi sekaligus dengan lafalnya langsung dari Allah.

Cara yang
tertinggi dari ketiga cara tersebut adalah cara yang terakhir. Sebab wahyu yang
diturunkan dengan cara terakhir tersebut, hanya untuk para nabi dan para rasul
yang bertugas membawa risalah Allah. Adapun wahyu yang diturunkan dengan cara
yang pertama dan kedua termasuk jenis wahyu yang lebih rendah kendatipun
sifatnya langsung dari Allah SWT. Begitu pula wahyu yang diturunkan melalui
Jibril, namun yang disampaikannya kepada Rasulullah saw hanya berupa makna.
Sebab, wahyu dalam bentuk-bentuk tersebut dapat pula diberikan kepada
orang-orang saleh yang bukan nabi dan rasul.[16]

3.    Hikmah Turunnya Al-Qur’an
Secara Berangsur-angsur

a.       Memantapkan
Hati Nabi

Ketika
menyampaikan dakwah, Nabi sering berhadapan dengan para penentang. Turunnya
wahyu yang berangsur-angsur itu merupakan dorongan tersendiri bagi Nabi untuk
terus menyampaikan dakwah.

b.      Menentang
dan Melemahkan Para Penentang Al-Qur’an

Nabi sering
berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan sulit yang dilontarkan orang-oramg
musyrik dengan tujuan melemahkan Nabi. Turunnya wahyu yag berangsur-angsur itu
tidak saja menjawab pertanyaan itu, bahkan menentang mereka untuk membuat
sesuatu yang serupa dengan Al-Qur’an. Dan ketika mereka tidak mampu memenuhi
tantangan itu, hal itu sekaligus merupakan salah satu mukjizat Al-Qur’an.

c.       Memudahkan
Untuk Dihafal dan Dipahami

Al-Qur’an pertama
kali turun ditengah-tenah masyarakat Arab yang ummi, yakni
yang tidak memiliki pengetahuan tentang bacaan dan tulisan. Turunny wahyu
secara berangsu-angsur memudahkan mereka untuk memahami dan menghafal nya.

 

d.      Mengikuti
setiap kejadiaan (yang karenanya ayat-ayat Al-Qur’an turun) dan melakukan
penahapan dan penetapan syariat.

e.        Membuktikan
dengan pasti bahwa Al-qur’an turun dari Allah yang Maha bijaksana.[17]



 



 

BAB III

PENUTUP

Simpulan

Nuzul Al-Qur’an
yaitu turunnya Al-Qur’an, yang bertepatan pada malam 17 Ramadhan pada
tahun ke 41 dari kelahiran Nabi Muhammad saw atau  tanggal 6 Agustus 610 M
,lewat perantara Jibril as. Menurut pendapat terkuat, wahyu yang pertama dan
terakhir diturunkan adalah Surah Al-Alaq ayat 1-5 dan surah Al-Maidah ayat 3.

Wahyu ialah kalam
Allah yang disampaikan kepada  seorang Rasul dan Nabinya. Adapun
tahap-tahapan diturunkannya wahyu sehingga terbentuknya Al-Qur’an meliputi tiga
tahap, yaitu : pertama, Al-Qur’an turun secara sekaligus dari Allah ke lauh
Al-mahfuzh
. kedua, Al-Qur’an diturunkan dari lauh al-mahfuzh itu kebait
al-izzah 
(tempat yang berada dilangit dunia), dan ketiga, Al-Qur’an
diturunkan dari bait al-izzah kedalam hati Nabi dengan jalan
berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan.

Cara turunnya
wahyu kepada Nabi Muhammad saw meliputi tiga cara juga. Cara yang pertama,
adakalanya beliau alami melalui ilham dikala beliau dalam keadaan jaga maupun
tidak jaga. Cara kedua, secara langsung bertemu dengan Allah swt, yaitu ketika
Isra Mi’raj. Sedangkan cara ketiga, yaitu lewat perantara Jibril as.

Wahyu yang
diturunkan secara berangsur-angsur mempunyai banyak hikmah, seperti;
untuk memantapkan hati Nabi, menentang dan melemahkan para penentang
Al-Qur’an, memudahkan untuk dihafal dan dipahami, mengikuti setiap kejadiaan,
melakukan penahapan dan penetapan syariat dan untuk membuktikan dengan pasti
bahwa Al-qur’an turun dari Allah yang Maha bijaksana.

 

DAFTAR
PUSTAKA

Abidin, Zainal, Seluk Beluk Al-Qur’an,
Jakarta, Rineka Cipta, 1992.

Anwar, Rosihan, Ulumul Qur’an, Bandung,
Pustaka Setia, 2008.

Ash-Shiddieqy, Hasbi, Sejarah dan Pengantar
Ilmu Al-Qur’an / Tafsir
, Jakarta,

           
Bulan Bintang, 1980.

As-Suyuti, Imam Jalaluddin, Studi Al-Qur’an
Komprehensif,
 Surakarta, Indiva

           
Pustaka, 2008.

Athaillah, Ahmad, Sejarah Al-Qur’an
Verifikasi tentang Otentisitas Al-Qur’an
,

Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010.

Athaillah, Ahmad, Sejarah Al-Qur’an
Verifikasi tentang Otentisitas Al-Qur’an
,

           
Banjarmasin, Antasari Pers, 2006.

Muchlas, Imam, Al-Qur’an Berbicara, Surabaya,
Pustaka Progressif, 1996.

Shabany, Mohammad Aly Ash, Pengantar Study
Al-Qur’an (At-Tibyan)
,

           
Bandung, Alma’arif, 1996

 

[1] http://siswady.wordpress.com, download :
Selasa, 24 September 2013, pukul : 16.30 WITA

[2] Imam Mukhlas, Al-Qur’an Berbicara,(Surabaya:
Pustaka Progressif, 1996), h. 29

[3]A. Athaillah, Sejarah Al-Qur’an, (
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h.134

[4]Mohammad  Aly Ash Shabuny, Pengantar
Study Al-Qur’an ( At-Tibyan), 
( Bandung: Alma’arif, 1996), h.28

 

[5] Imam Muchlas,  Al-Qur’an
Berbicara, 
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1996), h.29

[6] Imam Jalaludin As-Suyuti, Studi
Al-Qur’an Komprehensif, 
(Surakarta: Indiva Pustaka, 2008), h.107

[7] A. Athaillah, Sejarah Al-Qur’an, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010), h.136

[8]Ibid, h. 132-134.

[9] T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah
dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an / Tafsir,
 (Jakarta: Bulan Bintang, 1980),
h.53

[10] A. Athaillah, Sejarah Al-Qur’an
Verifikasi  tentang Otentisitas Al-Qur’an
, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), h.140.

[11] A. Athaillah, Sejarah Al-Qur’an
Verifikasi  tentang Otentisitas Al-Qur’an, 
(Banjarmasin: Antasari
Press, 2006), h.58

[12] A. Athaillah, Sejarah Al-Qur’an
Verifikasi tentang Otentisitas Al-Qur’an, 
(Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), h. 114-115

[13] Zainal Abidin, Seluk Beluk 
Al-Qur’an,
 (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h.69

[14] Rosihan Anwar, Ulumul Qur’an,

[15]A. Athaillah, Sejarah Al-Qur’an
Verifikasi tentang Otentisitas Al-Qur’an
, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010), h.143-144.

[16]A. Athaillah, Sejarah Al-Qur’an,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010), h. 116-118.

[17]Rosihan Anwar, Ulumul Qur’an,
(Bandung: Pustaka Setia, 2008), h.36.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *