BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
belakang
Masalah hadits maudhu berawal dari pertentangan
politik yang terjadi pada masa khalifah
Ali Bin Abi Thalib yang berujung pada pembuatan hadits-hadits palsu yang
tujuannya adalah untuk mengalahkan lawan dan mempengaruhi orang-orang tertentu.
Akibat perpecahan politik ini, hampir setiap golongan membuat hadits maudhu
untuk memperkuat golongannya masing-masing.
Ulumul
hadits merupakan suatu ilmu pengetahuan yang komplek dan sangat menarik untuk
diperbincangkan, salah satuanya adalah mengenai hadits maudhu yang menimbulkan
kontrofersi dalam keberadaannya. Suatu pihak menanggapnya dengan apa adanya,
ada juga yang menanggapinya dengan beberapa pertimbangan dan catatan, bahkan
ada pihak yang menolaknya secara langsung.
Kemudian
kami sebagai Mahasiswa yang dituntut untuk mengkaji dan memahami
polemik problematika umat yang
salah satunya ditimbulkan dari adanya hadits maudhu.
2. Rumusan
masalah
1) Apa
yang dimaksyud dengan hadits maudhu?
2) Mengapa
muncul hadits maudhu?
3) Bagaimana
realitas hadits
maudhu?
BAB II
PEMBAHASAN
HADITS MAUDU’ (PALSU)
A. Pengertian hadits
Maudu’
Maudu’ berasal dari isim maf’ul dari وضع
يضع وضعاmenurut bahasa
seperti
(meletakan atau minyimpan).[1]
Sedangkan menurut istilah hadits maudu’ adalah hadits yang
dibuat-buatatau diciptakan atau didustakan atas nama nabi[2]
Dan para ahli hadits mendifinisikan hadits maudu’ adalah:
وَ مَا نُسِبَ إِلَى رَسُوْلِ
اللّه صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إخْتِلاَقًا وَ كِذْبًا مِمَّا لَمْ
يَقُلْهُ أَوْ يَفْعَلْهُ أَوْ يُقَرَّهُ
“hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAW secara
dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan, memperbuat dan
mengerjakan [3]
هُوَ الْمُخْتَلَعُ
الْمَصْنُوْعُ الْمَنْسُوْبُ اِلَى رَسُوْلُ اللَّه صَلَّى اللّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ زوْرًا وَبُهْتَانًا سَوَاءٌ كَانَ ذَلِكَ عَمْدًا اَوْ خَطَأً
“hadits yang diciptakan dan dibuat oleh seorang (pendusta)
yang ciptaan ini dinisbahkan kepada Rasulullah secara paksa dan dusta, baik
disengaja maupun tidak” [4]
Dari pengertian diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa hadits
maudhu’ adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik
perbuatan, perkataan maupun taqrirnya, secara rekaan atau dusta semata-mata.
Dalam penggunaan masyarakat islam,hadits maudhu’ disebut juga dengan Hadits
palsu.[5]
B. Sejarah Munculnya
Hadits Maudhu
Masuknya secara masal penganut agama lain kedalam islam, yang
merupakan dari keberhasilan dakwah islamiyah keseluruh pelosok dunia, secara
tidak langsung menjadi faktor munculnya hadits-hadits palsu. Kita tidak bisa
menafikan bahwa masuknya mereka keislam,disamping ada yang benar-benar ikhlas,
ada juga segolongan mereka yang mennganut agama islam hanya karena terpaksa
tnduk pada kekuasaan islam pada waktu itu. Golomngan ini kita kenal dengan kaum
Munafik.[6]
Golongan tersebut senantiasa menyimpan dendam dan dengki
terhadap islah dan senantiasa menunggu peluang yang tepat untuk merusak dan
menimbulkan keraguan dalam hati-hati orang-orang islam. Maka datanglah waktu
yang ditunggu-tunggu oleh mereka, yaitu pada masa pemerintahan Utsman bin
Affan. Golongan inilah yang mulai menaburkan benih-benih fitnah yang pertama.
salah seorang tokoh yang berperan dalam upaya menghancurkan Islam pada masa
Utsman bin Affan adalah Abdullah bin Saba’, seorang yahudi yang
menyatakan telah memeluk islam.
Dengan bertopengkan pembelaan kepada saydina Ali dan Ahli
Bait, ia menabur fitnah untuk fitnah kepada orang ramai. Ia menyatakan bahwa
Ali lebih berhak menjadi khalifah dari pada Utsman, bahkan lebih berhak
daripada Abu Bakar dan Umar. Halitu karena, menurut Abdullah bin Saba’, sesuai
dengan wasiat dari Nabi Saw. Lalu, untuk mendukung propoganda tersebut, ia
membuat suatu haditds maudhu’ yang artinya “ setiap Nabi ada penerima wasiatnya
dan penerima mwasiatku dalahali”.
Namun penyebaran hadits Maudhu’ pada masa ini belum begitu
meluas karena masih banyak sahabat utama yang masih hidup dan mengetahui dengan
penuh yakin akan suatu kepalsuan suatu hadits. Setelah zaman shahabat berlalu,
penelitian terhadap hadits-hadits Nabi SAW, mulai melemah. Ini menyebabkan
bayaknya periwayatan dan penyebaran hadits secara tidak langsung telah menyebabkan
terjadunya pendustaan terhadap Rasulullah dan sebagian shahabat. Ditambah lagi
dengan adanya konflik politik antara umat Islam yang semakin hebat, telah
membuka peluang kepada golongan tertentu yang memcoba bersengkongkol dengan
penguasa untuk memalsukan hadits.
C. Faktor-faktor
penyebab munculnya Hadits maudhu’
Terdapat beberapa faktor tentang penyebab hadits maudhu’ ini
muncul, antara lain sebagai berikut:
1. Pertentangan
politik dalamm soal pemilihan khalifah
Kejadian ini timbul sesudah terbunuhnya Khalifah Utsman
bin Affan oleh para pemberontak. Pada masa itu Umat Islam terpecah-belah
menjadi beberapa golongan. Diantara golongan-golongan tersebut, untuk
mendukung golongannya masing-masing, mereka membuat hadits palsu, yang pertama
yang paling banyak membuat hadits Maudhu’ adalah golongan Syiah dan
Rafidhah.[7]
Diantara hadits-hadits yang dibuat golongan syiah adalah:
مَنْ اَرَادَ أَنْ يَنْظُرَ
إلَى اَدَمَ فِى عِلْمِهِ وَإِلَى نُوْحٍ فِى تَقْوَاهُ وَإِلَى إِبْرَاهِيْمَ فِي
عِلْمِهِ وَإِلَى مُوْسَى فِى هَيْبَتِهِ وَإِلَى عِيْسَى فِي عِبَادَتِهِ
فَلْيَنْظُرْ إِلَى عَلِيِّ
“ Barang siapa tyang ingin melihat Adam tentang ketinggian
ilmunya, ingin melihat Nuh tentang ketakwaannya, ingin melihat Ibrahim tentang
kebaikan hatinya, ingin melihat Musa tentang kehebatannya, ingin melihat isa
tentang ibadahnya, hendaklah melihat Ali.
إِذَ رّأَيْتُمْ مُعَاوِيَهَ
فَاقْتُلُوْهُ
Apabila kamu melihat Muawiyyah atas mimbarku, bunuhlah dia.
Gerakan-gerakan orang syiah tersebut diimbangi oleh golongan
jumhur yang bodoh dan tidak tahu akibat dari pemalsuan hadits tersebut dengan
membuat-buat hadits-hadits palsu. Contoh hadits palsu
مَا فِى الْجَنَّةِ شَجَرَةٌ
إِلاَّ مَكْتُوْبٌ عَلَى كُلِّ وَرَقَةٍ مِنْهَا: لاَإِلَهَ إِلاَّ اللَّه
مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللّه, أَبُوْ بَكْرٍ الصِّدِّيْقُ, عُمَرُ الْفَارُوْقُ,
عُثْمَانُ ذُوْ النُّوْرَيْنِ.
Tak ada satu pohon pun daklam syurga, melainkan tertulis
pada tiap-tiap dahannya: la ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah, Abu bakar
Ash-Shiddieq, Umar Al-faruq, dan Utsman Dzunnuraini.
Golongan yang fanatik kepada
Muawiyyah membuat pula hadits palsu yang menertangkan keutamaan Muawiyyah,
diantaranya:
اَلأُمَنَاءُ
ثَلاَثَةٌ: أَنَا وَجِبْرِيْلُ وَ مُعَاوِيَةُ
Orang yang terpercaya itu ada tiga, yaitu Aku, Jibril Dan
Muawwiyah.
2. Adanya
Kesengajaan dari pihak lain untuk merusak Ajaran Islam
Golongan ini adalah dari golongan Zindiq, Yahudi, Majusi, dan
Nasrani yang senantiasa menyimpan dendam terhadap agama Islam. Mereka
tidak mampu untuk melawan kekuatan Islam secara terbuka maka mereka mengambil
jalan yang buruk ini. Mereka menciptakan sejumlah besar hadits Maudhu’ dengan
tujuan merusak ajaran Islam.[8] Sejarah
mencatatAbdullah Bin Saba’ adalah seorang Yahudi yang berpura-pura memeluk
Agama Islam. Oleh sebab itu, dia berani menciptakan hadits Maudhu’ pada saat
masih banyak sahabat utama masih hidup. Diantara hadits Maudhu’ yang diciptakan
oleh orang-orang zindiq tersebut, adalah:
يَنْزِلُ رَبُّنَا عَشِيَّةً
عَلَى جَمَلٍ اَوْرَقٍ, يُصَافِحُ الرُّكْبَانَ وَ يُعَانِقُ الْمُشَاةَ
Tuhan kami turunkan dari langit pada sore hari, di Arafah dengan bekendaraan Unta
kelabu, sambil berjabatan tangan dengan orang-orang yang berkendaraan dan
memeluk orang-orang yang sedang berjalan.[9]
النَّظْرُ إِلَى الْوَجْهِ
الْجَمِيْلِ عِبَادّةٌ
Melihat (memandang) muka yang indah adalah ibadah.
Tokoh-tokoh terkenal yang membuat hadits Maudhu’ dari kalangan
Zindiq, adalah:
a) Abdul Karim bin Abi
Al-Auja, telah membuat sekitar 4.000 hadits Maudhu tentang hukum
halal-haram.
b) Muhammad bin Sa’id
Al-Mashubi, yang akhirnya dibunuh oleh Abu Ja’far Al-Mansur
c) Bayan bin Sam’an
Al-Mahdi, yang akhirnya dihukum mati oleh Khalid bin Abdillah.[10]
3. Mempertahankan
Mahzab dalam masalah Fiqh dan masalah Kalam
Mereka yang fanati terhadap Madzhab Abu Hanifah yang
menganggaptidak sah shalat mengagkut kedua tangan shalat, membuat hadits
Maudhu’sebagai berikut.
مَنْ رَفَعَ يَدَيْهِ فِي ال
صّلاَةِ فَلاَ صَلاَةَ لَهُ
Barang siapa mengagkat kedua tangannya didalam shalat, tidak
sah shalatnya.
4. Membangkitkan
gairah beribadah untuk Mendekatkan diri kepada Allah
Mereka membuat hadits-hadits palsu dengan tujuan menarik orang
untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Melalui amalan-amalan yang mereka
ciptakan. Seperti hadits-hadits yang dibuat oleh Nuh ibn Maryam, seorang tokoh
hadits maudhu,tentang keutamaan Al-Qur’an. Ketika ditanya alasannya melakukan
hal seperti itu, ia menjawab: “ Saya dapati manusia telah berpaling dari
membaca Al-Qur’an maka saya membuat hadits-hadits ini untuk menarik minat umat
kembali kepada Al-qur’an.[11]
5. Menjilat
Para Penguasa untuk Mencari Kedudukan atau Hadiah.
Seperti kisah Ghiyats bin Ibrahim An-Nakha’i yang datang
kepada Amirul mukminin Al-Mahdi, yang sedang bermain merpati. Lalu iya
mentyebut hadits dengan sanadnya secara berturut-turut sampai kepada nabi Saw.,
bahwasanya beliau bersabda:
لاَ سَبَقَ إِلاَّ فِيْ نَصْلٍ
أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ أَوْ جَنَاحٍ
Tidak ada perlombaan, kecuali dalam anak panah, ketangkasan,
menunggang kuda, atau burung yang bersayap.
Ia menambahkan kata, ‘atau burung yang bersayap’, untuk
meyenagkanAl-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh dinar. Setelah ia
berpaling, sang Amir berkata, “Aku bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk
pendusta atas nama Rasulullah SAW.” Lalu memerintahkanuntuk menyembelih
mengerti itu.[12]
D. Ciri-ciri Hadits
Maudhu’
1. Ciri-ciri
yang terdapat pada Sanad
a) Rawi tersebut terkenal
berdusta (seorang pendusta) dan tidak ada seorang rawi yang terpercaya yang
meriwayatkan hadits dari dia[13]
b) Pengakuan dari sipembuat
sendiri, seperti pengakuan seorang guru tasawwuf, ketika ditanya oleh ibnu
ismail tentang keutamaan ayat Al-Qur’an, maka dijawab: “tidak seorang pun yang
meriwayatkan hadits ini kepadaku. Akan tetapi, kami melihat manusia membenci
Al-qur’an, kami ciptakan untuk mereka hadits ini (tentang keutamaan ayat-ayat
Al-Qur’an), agar mereka menaruh perhatian untuk mencintai Al-Qur’an.”[14]
c) Kenyataan sejarah,
mereka tidak mungkin bertemu, misalnya ada pengakuan seorang rawi bahwa ia
menerima hadits dari seorang guru, padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru
tersebut, atau ia lahir sesudah guru tersebut meninggal, misalnya ketika Ma’mun
ibn Ahmad As-Sarawi mengaku bahwa ia menerima Hadits dari Hisyam ibn Amr kepada
Ibnu Hibban maka Ibnu Hibban bertanya, “kapan engkau pergi keSyam?” Ma’mun
menjawab, “ pada tahun 250 H.” Mendengar itu Ibnu Hibban berkata, Hisyam
meninggal dunia pada tahun 245 H.”
d) Keadaan rawi dan faktor-faktor
yang mendorongnya membuat hadits maudhu’. Misalnya seperti yang dilakukan oleh
Giyats bin Ibrahim, kala ia berkunjung kerumah Al- Mahdi yang sedang bermain
dengan burung merpati yang berkata:
لاَ سَبَقَ إِلاَّ فِى نَصْلٍ
أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ أَوْ جَنَاحٍ
“Tidak sah perlombaan itu, selain mengadu anak panah, mengadu
unta, mengadu kuda, atau mengadu burung
Ia menambahkan kata, “au janahin” (atau mengadu
burung), untuk menyenagkan Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh ribu
dirham. Setelah ia berpaling, sang Amir berkata: “ aku bersaksi bahwa tengkukmu
adalah tengkuk pendusta, atas Nama Rasulullah SAW, lalu ia memerintahkan
tentang kemaudhu’an suatu Hadits.[15]
2. Ciri-ciri
yang terdapat pada Matan
a) Keburukan susunan
lafadznya. Ciri ini akan diketahui setelah kita mendalami ilmu bayan. Dengan
mendalami ilmu bayan ini, kita akan merasakan susunan kata, mana yang keluar
dari mulut Rasulullah SAW, dan mana yang tidak mungkin keluar dari mulut
Rasulullah SAW.
b) Kerusakan maknanya.
1) Karena berlawanan dengan
akal sehat, seperti Hadits:
اَنَّ
سَفِيْنَةَ نَوْحٍ بِا لْبَيْتِ سَبْتِ سَبْعًا وَصَلَّتْ بِالْمَقَامِ
رَكْعَتَيْنِ
Sesungguhnya bahtera Nuh bertawaf tujuh kali keliling ka’bah
dan bersembahyang dimaqam Ibrahim dua raka’at.
2) Karena berlawanan dengan
hukum akhlak yang umum, atau menyalahi kenyataan, seperti Hadits:
لاَيُوْلَدُ بَعْدَ الْمِائَةِ مَوْلُوْدٌ لِلّهِ
فِيْهِ حَاجَةٌ
Tiada dilahirkan seorang anak sesudah tahun seratus, yang ada
padanya keperluan bagi Allah.
3) Karena bertentangan
dengan ilmu kedokteran, seperti hadits:
اَلْبَاذِنْجَانُ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ
Buah terong itu penawar bagi penyakit.
4) Karena menyalahi
undang-undang (ketentuan-ketentuan) yang ditetapkan akal kepada Allah.
Akal menetapkan bahwa Allah suci dari serupa dengan makhluqnya. Oleh
karena itu, kita menghukumi palsu hadits berikut ini:
إِنَّ الَّلهَ خَلَقَ الْفَرَسَ فَأَجْرَاهَا
فَعَرِقَتْ فَخَلَقَ نَفْسَهَا مِنْهَا
Sesungguhnya Allah menjadikan kuda betina, lalu ia
memacukannya, maka berpeluhlah kuda itu, lalu tuhan menjadikan dirinya dari
kuda itu.
5) Karena menyalahi
hukum-hukum Allah dalam menciptakan alam, seperti hadits yang menerangkan bahwa
‘Auj ibnu Unuq mempunyai panjang tigab ratus hasta. Ketika Nuh menakutinya
dengan air bah, ia berkata: “ketika topan terjadi, air hanya sampai ketumitnya
saja. Kalu mau makan, ia memasukan tangannya kedalam laut, lalu membakar
ikan yang diambilnya kepanas matahari yang tidak seberapa jauh dari ujung
tangannya.
6) Karena mengandung
dongeng-dongeng yang tidak masuk akal sama sekali, seperti hadits:
اَلدِّيْكُ الْأَبْيَضُ حّبِيْبِيْ وحَبِيْبُ
حَبِيْبِيْ
Ayam putih kekasihku dan kekasih dari kekasihku jibril.
7) Bertentangan dengan
keterangan Al-Qur’an, Hadits mutawatir, dan kaidah-kaidah kulliyah. Seperti
Hadits:
وَلَدُ الزِّنَا لاَيَدْ خُلُ الجَنَّةَ إِلَى
سّبْعَةِ أبْنَاءٍ
Anak zina itu tidak dpat masuk syurga sampai tujuh turunan.
Makna hadits diatas bertentangan dengan kandungan Q. S.
Al-An’am : 164, yaitu:
وَلاَتَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَأُخْرَى
Dan seorang yang berdosa tidak akanmemikul dosa orang lain.
Ayat diatas menjelaskan bahwa dosa seseorang tidak dapat
dibebankan kepada orng lain. Seorang anak sekali pun tidak dapat dibebani dosa
orang tuanya.
8) Menerangkan suatu
pahala yang sangat besar terhadap perbuatan-perbuatan yang sangat kecil, atau
siksa yang sangat besar terhadap perbuatan yang kecil. Contohnya:
مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ فَسَمَّاهُ مُحَمَّدًا،
كَانَ هُوَ وَمَوْلُوْدُهُ فِى الْجَنَّةِ
Barangsiapa mengucapkan tahlil (la ilaha illallh) maka Allah
menciptakan dari kalimat itu seekor burung yang mempunyai 70.000 lisan, dan
setiap lisan yang mempunyai 70.000 bahasa yang dapat memintakan ampun
kepadanya.
E. Hukum membuat dan
meriwayatkan hadits maudhu’
Umat Islam telah sepakat bahwa hukum membuat dan meriwayatkan
hadits maudhu’dengan sengaja adalah haram secara mutkaq,
bagi mereka yang sudah mengetahui hadits itu palsu. Adapun bagi mereka yang
meriwayatkan dengan tujuan memberi tahu kepada orang bahwa hadits ini adalah
palsu (menerangkan sesudah meriwayatkan atau membacanya), tidak ada dosa
atasnya.
Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya
atau mereka mengamalkan makna hadits tersebut karena tidak tahu, tidak ada dosa
atasnya. Akan tetapi, sesudah mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau hadits
yang dia ceritakan atau amalkan itu adalah hadits palsu, hendaklah segera dia
tinggalkannya, kalau tetap dia amalkan, sedangkan dari jalan atau sanad lain
tidak ada sama sekali, hukumnya tidak boleh.
F. Kitab-kitab
yang memuat hadits maudhu’
Para ulama muhaditsin, dengan menggunakan berbagai kaidah
studi kritis hadits, berhasil mengumpulkan hadits-hadits maudhu’ dalam
sejumlah karya yang cukup banyak, di antaranya;
1. Al-Maudhu’
Al-Kubra, karya Ibn Al-jauzi (ulama yang paling awal menulis dalam
ilmu ini).
2. Al-La’ali
Al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah, karya As-Suyuti (Ringkasan
Ibnu Al-jauzi dengan beberapa tambahan).
3. Tanzihu
Asy-Syari’ah Al-marfu’ah an Al-Ahadits Asy-Syani’ah Al-Maudhu’ah, karya
Ibnu Iraq Al-kittani (ringkasan kedua kitab tersebut).
4. Silsilah
Al-Ahadits Adh-Dha’ifak,karya Al-albani
G. Cara mengetahui hadits
maudhu
a) Adanya pengakuan dari
pembuatannya
b) Maknanya rusak, dalam
arti bertentangan dengan alqur’an, hadits mutawatir dan hadits shahih
c) Matannya menyebutkan
janji yang besar untuk perbuatan kecil.
BABIII
PENUTUP
KESIMPULAN
Pengertian
hadits maudhu mempunyai bermacam-macam pendapat, walaupun demikian dapat
ditarik kesimpulah bahwa hadits maudhu adalah hadis palsu yang dibuat oleh
seseorang dan disandarkan kepada nabi Muhammad saw. Adapun latar belakangnya
hadits maudhu tersebut hakikatnya adalah pembelaan atau pembencian terhadap
suatu golongan tertentu.
Hadits
maudhu dapat diidentifikasi keberadaannya dengan mengetahuinya berdasarkan
metode-metode tertentu, misalnya mengetahui ciri-ciri yang terdapat pada sanad
dan matannya.
Menyikapi
terhadap adanya hadits maudhu sangat beragam, ada sekelompok orang yang
menyikapinya dengan menerima tanpa pertimbangan tertentu, ada pula yang
menerimanya dengan berbagai catatan tertentu, bahkan ada pula yang tidak
menerimanya sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Fatah Abu Ghuddah, lamhat Min Tarikh As-Sunnah
wa Ulum Al-Hadits
Drs. Munzier suprapto. M. A, dan Drs. Utang Ranuwijaya, Ilmu
Hadits, raja grapindo persada, Jakarta, 1993
Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag, dan Agus Suyadi, Lc. M.
Ag, Ulumul Hadits, Bandung: Pustaka Setia, 2009
Khusniati Rofiah, studi ilmu Hadits, stain po
prees, bandung, 2010
Mahmud abu rayah, adlwa’ ‘ala sunnah al muhammadiyah,
Dar al-Ma’arif, Mekah, 1997
Mahmud At-Tahhan, Tafsir Musthalah Al-Hadits, Beirut:
Dar Al-Qur’an Al-Karim, 1979
M. ‘Ajjaj Al-Khatib. Ushul Al-Hadits. Terj.
H. M. Qodirun dan Ahmad Musyafiq, Jakarta: Gaya Media Pratama. 1997
M. Hasbi Ash-Shiddiqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu
Hadits, jakarta: Bulan Bintang, 1987
Subhi as-Salih, ‘ulum al-hadits wa Mustalahahuh, Dar
al-ilm al-malayin, 1997
M.solahuddin.ulumul hadits.bandung:
cv Pustaka Setia, 2009